(English translation is available)
Guess what made us so happy that day?! (Photo by: Park Jung-keun) |
27 Nov 2019 - Sesi interview BFIC & ACH, Haedong Yonggungsa, Busan Tower
Jadwal kami hari ini lagi dan lagi diawali dengan sesi wawancara eksklusif, kali ini dengan Sekretaris Jendral Busan Foundation for International Cooperation (BFIC) dan perwakilan ASEAN Culture House (ACH). BFIC ini adalah institusi yang fokus dalam diplomasi publik untuk Glocal branding, dengan salah satu kegiatannya adalah menyediakan pelayanan konseling untuk warga asing di Busan. Di BFIC ini mereka memiliki layanan konseling berbahasa Indonesia yang siap membantu WNI yang tinggal / kuliah /kerja di Busan. Sementara ACH sendiri merupakan sebuah tempat yang menaungi pertukaran budaya antara Korea dan negara-negara ASEAN. Di ACH, selain interview, kami juga diajak mengunjungi galeri dan museum ACH.
Our interview session with ACH's representative (Photo by: Park Jung-keun) |
Our schedule today was an exclusive interview session with the secretary general of Busan Foundation for International Cooperation (BFIC) and the representative of ASEAN Culture House (ACH). BFIC is an institution that focus in public diplomacy for Glocal branding, and to make Busan as a global city where all citizens can live in harmony regardless their nationality. Among foreigners, this organization is well-known for their counselling service and support to expats, including Indonesians who live, work or study in Busan. While ACH is a place that play a major role to bridge the cultural exchange between Korea and ASEAN countries. In ACH, we not only came for an interview but also for visiting their museum.
Counseling & Support service for foreigners at BFIC |
Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kuil Haedong Yonggungsa, kami pun makan siang dulu di daerah Dalmajigil - daerah yang di musim semi terkenal dengan pemandangan cherry blossoms-nya. Menu makan siang ini, lagi dan lagi adalah Hanjeongsik - set menu lengkap khas Korea yang terdiri dari sup seafood, japchae, bulgogi dan masih banyak lagi (sebenarnya waktu ditanya mau makan apa hari itu, saya menjawab hansik - masakan Korea, dengan harapan diajak makan menu rumahan seperti bibimbap atau gukbap-nasi sop, eh ternyata malah hanjeongsik^^ sementara grup yang satunya memilih untuk makan masakan Italia). Resto tempat kami makan siang ini menghadap ke laut, jadi deh makan siang kami menjadi makan siang dengan pemandangan. Sudah seafoodnya enak, segar dan banyak, masih dapat bonus pemandangan laut yang indah pula.
Our 'hanjeongsik' main course that day was a seafood stew |
Our next destination was Haedong Yonggungsa temple, one of the few temples in Korea that located on a cliffy coastline facing the sea. Because of its rare location, this temple is frequently said as the most beautiful temple in Korea. Before heading to the temple, we had our lunch at a restaurant in Dalmajigil - an area that famous for its cherry blossoms in spring. This time our lunch menu was a full course of Korean traditional meal called 'hanjeongsik'. (Earlier that day, the organizer asked me what do I want to eat for today's lunch? I told them I want to eat hansik -means Korean foods. Actually the ones that I actually referred to was Korean comfort foods like bibimbap or gukbap (hot soup with rice). The other group had an Italian foods for their lunch.
Selesai makan siang, kami bergabung dengan yang lainnya menuju ke kuil Haedong Yonggungsa. Kuil ini adalah salah satu dari sedikit kuil di Korea yang menghadap ke laut. Saya sendiri sudah pernah ke kuil ini pada bulan April 2019 kemarin. Walau begitu, kunjungan kali ini tetap saja berkesan, karena kali ini saya berkesempatan menjelajahi seluruh bagian kuil termasuk berdoa di bangunan utama kuil (lengkap dengan ‘jeol’ -nya - konon katanya jika kita mengajukan permohonan di kuil ini dengan sungguh-sungguh, setidaknya satu dari permohonan kita akan terkabul). Di Haedong Yonggungsa ini, pertama kalinya kami berfoto full-team di tempat wisata. Sebelumnya, kami selalu terbagi menjadi beberapa grup tiap mengunjungi tempat wisata karena lokasi yang kami kunjungi berbeda.
Haedong Yonggungsa Temple (Photo by: Park Jung-keun) |
After finishing our lunch, we went to Haedong Yonggungsa temple. Though I've been there before in April 2019, I still enjoyed this visit, as this time I got to explore all parts of the temple. This time I even got a chance to do a 'jeol' (bowing down on knees to pay respect) at the main building of the temple. This temple is famous for its slogan "at least one of your wishes will be granted here".
Tadinya, dari Haedong Yonggungsa kami seharusnya menuju ke ASEAN-ROK Food Street, sebuah food street yang menjajakan masakan khas dari negara-negara di ASEAN. Namun, kami memutuskan untuk membatalkan kunjungan ke sini karena informasinya food street ini sangatlah diminati oleh warga lokal, sehingga untuk dapat membeli kupon makan di sana antrinya cukup panjang dan walaupun kami berhasil mendapatkan kuponnya, belum tentu juga makanannya masih tersedia. Sebagai gantinya, kami mengunjungi Busan Tower.
Di Busan Tower, saya iseng mengusulkan ke penyelenggara untuk hanbok experience, tadinya sih saya mengusulkan ini biar teman-teman yang baru pertama kali ke Korea dapat merasakan sendiri memakai hanbok di Korea. Eh, ternyata kami semua diperbolehkan untuk menyewa hanbok, bahkan penerjemah bahasa Arab kami pun ikutan pakai hanbok juga. Jadilah kami punya sesi foto grup lagi di Busan Tower dan taman Yongdusan.
a group photo in hanbok at Yongdusan Park (Photo by: Park Jung-keun) |
Di Busan Tower, team leader dari penyelenggara memberikan kami kesempatan untuk memilih 1 pcs souvenir untuk dibawa pulang, saya pun langsung mengambil set magnet Busan yang desainnya sama dengan set magnet Seoul yang saya punya ^^. Setelah menikmati pemandangan Busan dari atas, kami pun lanjut menjelajahi spot foto ‘instagramable’ di Busan Tower yang bertema ‘Black Wonderland in Busan’.
The ASEAN-ROK Food Street was supposed to be our next stop that day. The organizer told us the food street was really famous among Korean and it was really hard to buy the 'food's coupon', eventhough we managed to get it, there was no guarantee the foods were still available. Because of this reason, we decided to cancel our visit and change our destination to Busan Tower.
At the Busan Tower, all of us got a chance to wear a hanbok and had group photo sessions at the Yongdusan park - a park where this iconic tower of Busan located. After that, we went to the observatory, enjoyed the panoramic view of the city and once again had another photo sessions at the exhibition hall called 'Black Wonderland in Busan' .
Me in hanbok at the "Black wonderland in Busan" |
Sehabis dari Busan Tower, kami mengakhiri jadwal hari itu dengan makan malam bersama (full-team), kali ini dengan menu vegetarian. Saya menobatkan makan malam hari ini sebagai makan malam paling enak selama di Busan (di urutan kedua adalah jamuan makan siang kami dengan KOCIS). Ini kali keduanya saya makan makanan vegetarian di Korea dan tidak disangka rasanya enak banget, mengalahkan makanan vegetarian ‘ningrat’ yang ada di Jakarta. Selain rasanya yang lezat, menunya pun lebih beragam dan penyajiannya lebih menarik. Next time ke Busan, saya pastikan untuk makan lagi di sini.
Our vegetarian meals at Vegenarang, Busan |
Acara jalan-jalan di luar jadwal resmi hari ini saya dedikasikan untuk mengunjungi venue utama Festival lampu Haeundae di pantai Haeundae. Festival lampu Haeundae ini adalah acara tahunan yang biasanya diadakan pada bulan Desember - Januari. Tahun 2019 ini, diadakan lebih awal dalam rangka menyambut ASEAN-ROK Commemorative Summit. Sama seperti sebelumnya, saya kembali menjelajahi festival ini bersama dengan geng jalan-jalan malam saya, Dana (HR dari Kazakhstan) dan Fitri.
Our vegetarian meals at Vegenarang |
We closed our schedule that day by having a full-team dinner at Vegenarang- a restaurant in Suyeong district that served vegetarian foods. For me, this was the best vegetarian foods that I've ever had and was our best meals in Busan (I give the 2nd place to our luncheon with KOCIS). The vegetarian foods that we had here was different with the vegetarian foods that I ate in Jakarta in terms of taste and plating. Here the taste was more 'meatly' - Lol. Next time, if I had a chance to visit Busan again, I'm pretty sure will visit this restaurant again.
Haeundae Lighting Festival |
28 Nov 2019 - UN Cemetary, Busan Museum, National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation, farewell dinner
Buat peserta lain, hari ini adalah hari terakhir mereka di Busan karena mereka akan kembali ke negaranya besok subuh maupun pagi hari. Sementara saya dan Fitri masih ada satu jadwal lagi besok pagi karena penerbangan kami di sore hari.
Di hari terakhir ini, rute perjalanan kami adalah mengunjungi Busan Museum, National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation, dan UN Cemetery. Satu hal yang menyenangkan dari trip undangan seperti ini adalah selalu ada official guide yang menjelaskan sejarah dibalik setiap benda purbakala yang kami temui di museum. Di UN Cemetary pun kami juga ditemani oleh guide yang menceritakan ke kami tentang kompleks pemakaman ini. Sesungguhnya, saya agak ‘anti’ berwisata ke kompleks pemakaman karena 'sesuatu' hal, namun kali ini mau tidak mau harus ikutan karena sudah termasuk dalam jadwal.
We were welcome by a rainbow at UN Cemetery |
Di National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation ini kami harus berpisah dengan fotografer Park Jung-keun yang telah menemani kami dari awal perjalanan. Jadi deh, dari museum ini sudah tidak ada sesi foto-foto lagi. Selengkapnya tentang National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation dapat dibaca di sini.
Today was the last day of the trip for most of the participants,, but not for Fitri and I, we still had 1 day to explore Busan until tomorrow afternoon.
Our destinations today were Busan Museum, National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation, and the UN Cemetery. In all museums that we visited, we were always accompanied by a professional tour guide. This way we got to learn about the relics and history from the expert. My article about National Museum of Forced Mobilization under Japanese Occupation can be read here.
Makan siang kami hari itu adalah di resto Korean fusion, boksoondoga F1963 yang terkenal dengan makgeolli-nya (arak tradisional Korea yang terbuat dari fermentasi beras). Di resto ini kami mendapatkan penjelasan tentang cara pembuatan makgeolli tradisional. Sebagai penggemar makgeolli, menurut saya rasa makgeolli di sini memang beda dengan makgeolli botolan yang dijual di pasaran. Yang ini rasanya lebih spesial ditambah lagi karena dinikmati bersama dengan menu Korean fusion pilihan saya hari itu, sea squirt bibimbap. Setelah melewati beberapa hari acara makan-makan tanpa order ‘liquor’ akhirnya kali ini kami diperbolehkan untuk order makgeolli, katanya sih karena setelah ini kami tidak ada jadwal lagi, jadi minum liquor tidak masalah.
Sea squirt bibimbap - the only bibimbap that I ate during this trip ^^ |
Selesai makan siang kami mendapatkan waktu bebas selama kurang lebih 2 jam, saya dan Dana sepakat untuk menghabiskan waktu bebas kami mengunjungi daerah Seomyeon untuk belanja titipan teman dan sekalian biar Dana dapat merasakan naik subway di Korea mengingat ini adalah kali pertamanya dia ke Korea. Karena lokasi Seomyeon cukup jauh dari Haeundae, kami pun harus berlari-lari dari subway station menuju ke hotel sekembalinya kami dari sana. Beruntung kami bukanlah peserta terakhir yang tiba di lobi malam itu ^^.
Makgeolli at Booksoondoga F1963 |
Today, we had our lunch at a Korean fusion restaurant called booksoondoga F 1963. This restaurant is famous for its home-brewed makgeolli (traditional Korean rice wine). Therefore, today we had our lunch accompanied by a cup of makgeolli. As someone who prefer makgeolli than soju, I could tell that this makgeolli tasted different from the makgeolli that sold in the market. I love this one more. I wish I could buy a bottle that day.
After lunch, we got around 2 hours free time. Dana and I went to Seomyeon district to do last minute shopping. Dana was really excited because it was her first time taking subway in Korea . However, we couldn't really spend too much time in Seomyeon as we still had a farewell dinner to attend tonight. Because Seomyeon was quite far from Haeundae, we were almost late when we arrived at our hotel's lobby. Luckily, we were not the last one to come^^.
Tanpa terasa, sudah 5 hari kami di Busan dan akhirnya tiba juga waktunya untuk farewell dinner yang lokasinya tak kalah ‘WOW' dengan lokasi welcome dinner kami. Farewell dinner kami berlokasi di restoran yang ada di The Bay 101 dengan menu makanan Italia. Saya dan Dana memutuskan untuk berbagi BBQ platter.
One of the best shot that I found in my photo album (Photo by: Park Jung-keun) |
Sama halnya dengan welcome dinner, farewell dinner ini pun adalah yang paling berkesan dari semua farewell dinner invitation trip yang pernah saya ikuti. Why? karena dikemas dengan sangat mengharukan, mulai dari kata pidato penutup sampai kejutan yang diberikan kepada kami. Masing-masing dari kami mendapatkan sebuah album foto dan USB yang berisi foto-foto yang dipilih khusus oleh fotografer Park Jung-keun. Album foto ini berisi foto-foto terbaik kami dari hari pertama kami tiba di Busan sampai di museum tadi siang. Ternyata ini alasannya kami selalu diminta berpose dimanapun dan kapanpun. Karena album ini jugalah fotografer Park harus balik lebih dulu hari itu. Baru kali ini, ada organizer trip yang menyiapkan hadiah yang sangat memorable dan membuat terharu. Rekan kami, Alexa dari Bulgaria sempat dibuat menangis saat melihat album fotonya. Tidak hanya album foto, masing-masing dari kami juga mendapatkan boneka jordy yang cute bingitttzzzz (karakter dinosaurus ijo dari Kakao Niniz).
Our farewell dinner |
Time flies so fast when you are in traveling mode.
Our invitational trip finally came to its last schedule (for most of us, not for me and Fitri ^^), the farewell dinner. We had our farewell dinner at a restaurant on the 2nd floor of the Bay 101 that served Italian cuisine. Because the foods here came in big portion, Dana and I decided to share a BBQ platter.
*The Bay 101 is actually a yacht club located in Haeundae. For travelers, the Bay 101 is famous for its view. Here is the best place to see Busan city lights and skyscrapers.
In general, our farewell dinner was as impressive as the welcome dinner. Not only because of the super generous meals but also because of the memory that we got from both dinner sessions. Each participant was given a photo album with carefully picked photos inside and a USB flash disk with Korean traditional patterns and knot on it. Again, they gave us a very thoughtful yet memorable gifts for us to cherish forever. The photos inside the album capture all of our journey in Busan - no wonder during the trip photographer Park never forgot to ask us to pose for photos. We were all ended up with watery eyes when opening this album page by page. One of us, Alexa even couldn't held her tears when she opened her photo album. Beside the photo album, all trip participants, including crews and interpreters also got a cute green little dinosaur 'Jordy' cushion ( Jordy is a Kakao Niniz character). Everyone was really happy with their Jordy cushion that day.
'Jordy' has successfully brighten up our last night in Busan, hasn't it ? |
Kelar farewell dinner, minus Fitri, Khaled (HR dari Mesir), dan para translator, kami pun melanjutkan acara ronde ke-2 bersama tim dari Aju, seperti halnya tradisi ‘company dinner’ di Korea. Ronde ke-2 ini adalah edisi ‘minum-minum’ di ‘suljib’ (terjemahan bebas rumah liquor). Di sini kami sempat menyaksikan ‘atraksi’ mencampur bir dan soju yang biasa cuma kita lihat di drama Korea. Selesai dari sini, saya dan Dana pun melanjutkan last minute shopping sebelum akhirnya say goodbye to each other karena Dana akan kembali ke negaranya besok subuh. Sejak makan malam tadi, masing-masing dari kami sudah membayangkan bagaimana cara kami untuk packing semua barang kami ke dalam koper kami, mengingat selama trip ini kami mendapatkan banyak sekali goodies bag dan hadiah. Saya sendiri nyaris tidak tidur sampai pagi buat packing - lol.
After the dinner, we went for our '2nd round' (this is a tradition in Korea, a 'company dinner' can be held in many rounds). We had a so-maek (soju maekju- soju + beer) for our 2nd round, minus Khaled and Fitri. Here, we got to see Korean drinking culture and how Koreans mix the 'somaek' in a very fun way - like the one that we saw on K-drama. Though we wanted to play more, that night we ended up our night until the 2nd round only because most of us should finish packing tonight and went to the airport early in the morning tomorrow. It was finally the time to say good bye to each other.
29 Nov 2019 - Busan mosque, bye Busan - bye Korea
Niat hati ingin bangun pagi di hari terakhir ini untuk melihat matahari terbit di Haeundae, namun apalah daya, karena baru kelar packing jam 4 pagi, akhirnya saya tidak sanggup bangun pagi mengejar matahari terbit. Padahal, hari itu untuk pertama kalinya selama saya di Busan, cuaca cerah dan matahari dapat terlihat dengan jelas dari Haeundae. Beberapa hari sebelumnya selalu berawan :( . Sebagai gantinya saya pun menyempatkan diri menjelajahi daerah The Bay 101 dan menemukan spot terbaik untuk melihat jembatan Gwangan.
Setelah selesai check out saya, Fitri, Hyein dan Alex bergegas menuju ke rute terakhir kami yaitu masjid Busan. Rute ini adalah rute yang di-request oleh Fitri. Karena kami tiba di sana bertepatan dengan jam sholat Jumat, kami pun makan siang terlebih dahulu di resto Turki yang lokasinya tepat di sebelah masjid.
Selesai sesi wawancara di masjid, kami berpisah dengan Hyein dan langsung diantar ke bandara Gimhae oleh Alex dan berakhirlah perjalanan kami di Busan. Bye Busan! Bye Korea!
Gimhae International Airport, Busan |
I was supposed to wake up early on my last morning in Busan, but I couldn't because I finished my packing at 4 AM. I was really disappointed with myself as If I woke up early that day, I could have seen the sunrise at the Haeundae beach - a stunning one :(. To cheer up myself, I went to explore the Bay 101 area and I found the best spot to see the Gwangan bridge - I wish I found this place earlier.
Haeundae Grand Hotel
A night view that I saw every night from my room |
Selama di Busan, kami menginap di Haeundae Grand Hotel, hotel bintang 5 yang menghadap langsung ke pantai Haeundae. Usut punya usut, hotel ini merupakan salah satu hotel tempat menginap artis-artis yang akan menghadiri BIFF (baru tau soal ini waktu iseng search di YouTube dokumentasi BIFF 2018).
Baik peserta maupun organizer diberikan kamar sendiri. Para peserta mendapatkan tipe kamar twin bed dengan view pantai Haeundae. Jangan tanya deh rate per malamnya berapa, yang pasti kamar dengan view pantai ini punya rate yang 'WOW'. Sesuai dengan kelasnya, kamar pun dilengkapi dengan bathtub dan amenities yang lengkap, termasuk jubah mandi.
Begitu pula untuk menu sarapan pagi juga banyak pilihannya, dari menu Korean sampai western tersedia. So far, this was the best hotel that I’ve ever stayed in Korea. Thank you KOCIS!
My room at Haeundae Grand Hotel |
In Busan, we stayed at Haeundae Grand Hotel - a 5-star hotel that located on the opposite side of the Haeundae beach. Later on, I found that this hotel was the same hotel where Korean celebrities stayed when they attended the Busan International Film Festival (BIFF), I just realized it when I saw a familiar hotel's lobby on a YouTube a video about BIFF 2018.
Last but not least, I can conclude that this was the best-invitation trip that I’ve ever experienced in my life. The most professional and the most lavish one. I was lucky and grateful to be part of this trip.
To KOCIS, Korea.net and Aju's team, thank you for the great opportunity and unforgettable trip! I will not forget this trip not only because of the great memory that I had during that, but also because it was my last trip to Korea before the pandemic. Until now I don't know when I can go to Korea again.
Thank you for the beautiful memory Busan! till we meet again…
Stay safe & stay healthy everyone!
No comments:
Post a Comment