Saturday, June 11, 2011

This is it - My journey - part 1

Berawal dari inspirational quote 'Traveling is possible' (by Claudia Kaunang – penulis buku '500rb keliling Singapore'. thanks to you for your amazing and inspirational book) dan tingkat kejenuhan saya dan teman-teman dalam pekerjaan (setelah year end closing), akhirnya perjalanan yg sebelumnya tidak pernah saya sangka akan terjadi ini bisa terlaksana.

Awalnya saya dan teman-teman hanya berencana untuk refreshing ke luar kota, ya semacam jalan-jalan bareng teman-teman kantor ke tempat wisata menarik seperti ke 3Beauty-nya Indonesia (Bromo, Bali, Borobudur). Berhubung semua dari kami sudah pernah ke Borobudur waktu gathering, jadinya pilihan jatuh ke 2B lainnya Bali dan Bromo. Bali di bulan Februari 2010, dan Bromo di bulan Mei 2010.
Siapa sangka beberapa bulan setelahnya, kami menemukan sesuatu yang lebih menarik, yaitu promo Air Asia dan Jet Star. Di bulan Juli 2010, Jet Star memberikan promo menarik untuk rute Singapore, SUB-SPO pp di harga IDR 800.000 kalau di kurskan. Menarik sekali bagi kami yang belum pernah ke luar negeri. Boro-boro ke luar negeri, paspor saja baru buat di bulan Juni 2010. Akhirnya ya tanpa pikir panjang, kami langsung booking untuk penerbangan di bulan Februari 2011. Ya maklum saja, yang baru punya paspor bingung mau dipakai buat kemana :D.
Berikutnya promo Air Asia di bulan Agustus 2010, yang ini promonya lebih dahsyat, saya menemukan harga pp untuk rute SUB-KL-SUB diharga IDR 250.000  periode terbang tahun 2012. Wow..siapa coba yang gak tertarik dengan penawaran semacam ini. Ya dijamin langsung booking...

Bisa dikatakan tahun 2010 - 2011 menjadi tahun travelling bagi saya dan menjadi awal dari perjalanan saya ke berbagai tempat. Tahun 2010 saya mengunjungi Bromo, Bali (2 kali), Jakarta (3 kali) dan di tahun 2011 saya mulai merambah ke luar negeri (Singapore, Kuala Lumpur, dan yang masih in progress – off the record dulu, tunggu tanggal mainnya).
Sebenarnya sejak mulai memasuki dunia kerja di tahun 2008, saya sudah melakukan beberapa perjalanan ke tempat-tempat baru yang sebelumnya belum pernah saya kunjungi, seperti gathering bersama accounting Sby team ke Yogyakarta – ini kali pertamanya saya ke Yogyakarta lhoo..disini pula cita-cita saya mengunjungi 3B terpenuhi (B1 = Borobudur), selanjutnya ke Lamongan & Bojonegoro dalam rangka tugas, Tuban dan puncaknya di akhir tahun 2009 ke Bandung dan Bali – pertama kalinya juga (B2 terpenuhi juga..dan sama sekali tidak disangka kalau dalam kurun waktu setahun akan mengunjungi Bali 3 kali :D).

Kalau mau diceritakan setiap perjalanan saya mempunyai cerita menarik tersendiri yang mungkin rugi kalau tidak diabadikan. Ya karena itulah akhirnya saya memutuskan untuk menulis blog ini, dengan harapan, dikemudian hari saya masih bisa mengenang masa-masa saya menjadi first time traveller dan mungkin juga akan berguna bagi para pembaca blog ini.

Karena menulis untuk sesuatu yg telah lalu, agak sulit untuk mengingat setiap detail perjalanannya tetapi saya tidak akan menghilangkan bagian-bagian yang menarik didalamnya (yang ini sih pasti membekas di ingatan saya..karena terlalu sayang untuk dilupakan). Entah kenapa saya baru dapat wangsit untuk menulisnya sekarang, kenapa gak dari kemarin-kemarin ya, biar tulisannya lebih detail.

2008 – the beginning of the journey
It can be said: the year 2008 is my biggest achievement in my life until now.

Ya benar sekali, tahun ini adalah tahun penuh anugerah, mulai dari ujian compre / sidang skripsi yang walau menegangkan tapi memberikan hasil di luar ekspektasi sampai pada diterimanya saya bekerja di salah satu perusahaan yang cukup 'prestige' di Surabaya yang nantinya menjadi kunci sekaligus 'sumber dana' dari semua perjalanan saya. Di tahun ini pula impian saja untuk travelling ke berbagai tempat mulai terpenuhi.

And, this is it, tempat-tempat yang saya kunjungi dalam tahun – tahun pertama saya sebagai traveller pemula:

Yogyakarta
Perjalanan saya ke Yogyakarta ini menorehkan rekor tersendiri dalam hidup saya, ini adalah kali pertamanya saya naik kereta dan mengunjungi salah satu dari 3B (Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, saya punya cita-cita dapat mengunjungi 3B – 3 Beauty places in Indonesia) Borobudur.
Ini adalah perjalanan murah meriah karena saya hanya mengeluarkan biaya untuk belanja saja, karena ini dalam rangka gathering divisi, jadi yang lainnya sudah ditanggung kantor, kita tinggal 3D-datang,duduk,diam saja ;D.

Perjalanan ke Yogya ini berlangsung 3D2N 16-18 Okt 2008, dengan jadwal hari 1 ke Pantai Parang Tritis, Kasongan, Malioboro. Hari ke 2 ke Borobudur, Kota Gede, Malioboro. Hari ke 3 Malioboro.
Berhubung ini adalah kali pertamanya saya ke Yogyakarta dan kali pertamanya naik kereta api (harap dimaklumi, tidak ada kereta api di tempat asal saya), jadinya perjalanan selama 4 jam tidak terasa lama dan benar-benar saya nikmati.

Unforgetable moment and places

Stasiun KA Gubeng, Surabaya 
http://www.transsurabaya.com/2011/01/stasiun-gubeng-surabaya/










Keberangkatan menuju ke Yogyakarta menggunakan KA Sancaka via Stasiun Gubeng Surabaya – stasiun paling bagus di Surabaya.
Sejujurnya sebelumnya saya sempat under estimate dengan stasiun ini, karena dari cerita-cerita yang saya dengar, stasiun-stasiun KA di negara kita ini tidak ada yang bagus. Saya sudah membayangkan stasiun yang kumuh, banyak orang-orang yang duduk dilantai menunggu kereta tiba, banyak pedagang kaki lima dan asongan, ya pokoknya seperti gambaran stasiun kereta yang biasa yang ditampilkan di televisi, yang identik dengan kumuh dan rawan pencopet. Ternyata stasiun yang satu ini jauh berbeda, stasiunnya bersih, tidak ada pedagang kaki lima, pedagang asongannya juga beda dengan pedagang asongan biasa. Yang mereka jual itu roti maryam dan sudah pakai kereta dorong seperti yang dipakai pramugari di pesawat. Ya, lucky me, first time  to the train station and I found the best one (ini adalah the best Station in town).


Free sauna di kereta dan kereta versi angkot
Perjalanan ke Yogyakarta ini ditempuh selama 4 jam dengan kereta, yang pada waktu itu kami menggunakan kereta api eksekutif Sancaka dan Argo Wilis. Pengalaman pertama naik kereta dipenuhi dengan berbagai kejadian menarik, ya seperti di judul tulisan ini, kereta yang kami naiki menawarkan 'free sauna' dan 'angkot'. Kenapa saya sebut seperti itu?
Free sauna: karena ternyata 1 gerbong dari kereta ini AC nya tidak menyala sepanjang perjalanan dengan alasan kekurangan pasokan listrik. Padahal gerbong tersebut adalah gerbong eksekutif. ckckck... Kejadian ini terjadi pada waktu keberangkatan kami dari Surabaya ke Yogyakarta.
Kereta versi angkot : Ternyata kejadian menarik bukan hanya waktu berangkat. Belum juga hilang ingatan kepanasan karena AC mati waktu berangkat, waktu pulang ternyata kami dapat jackpot lagi. Begitu naik ke atas gerbong kereta, gerbongnya udah penuh duluan, hanya beberapa kursi yang kosong, padahal kami memiliki tiket untuk 2 gerbong ini. Spontan kami bertanya ke penumpang yang duduk itu, menurut mereka, mereka diminta pindah oleh petugas sejak dari Bandung, rupanya kereta ini tadinya asalnya dari Bandung dengan rute Bandung – Yogyakarta – Surabaya. Kebanyakan penumpang itu menyebalkan sekali tingkahnya, ada yang cuek bebek, ada yang pura-pura tidur, bahkan ada yang marah-marah mendengar kami bertanya soal kursi yang dia duduki. Hal ini bisa saya maklumi karena mereka juga sudah kesal diminta pindah-pindah oleh petugas, ada yang bilang mereka sudah diminta pindah gerbong 2 kali selama di kereta. Kami pun akhirnya mengajukan komplain ke petugasnya. Siapa sangka si petugas hanya mengatakan maaf hanya ini yang bisa kami usahakan saat ini, karena ada kesalahan teknis, beberapa gerbong didepan tidak dapat ditempati, untuk sementara silakan gunakan kursi yang ada dulu, nanti akan kami usahakan untuk yang lainnya. Alhasil, terpaksa untuk sementara kami harus duduk pangku-pangkuan, sederet yang isinya 4 kursi untuk 4 orang jadi untuk 6-8 orang, sudah serasa naik angkot yang biasanya desak-desakan. Melihat kejadian ini, tentu saja EO yang mengatur perjalanan kami komplain ke pihak KAI, dan akhirnya di pemberhentian berikutnya di stasiun Balapan, Solo, kereta berhenti cukup lama untuk menambah gerbong. Efek dari penambahan gerbong ini lagi-lagi menyebabkan AC di gerbong tidak dingin selama perjalanan. Kejadian duduk ala angkot ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam, benar-benar perjalanan dengan kereta api ini menjadi perjalanan pertama dan paling berkesan ;D.

Pantai Parang Tritis


Tentu sudah banyak yang mengetahui mengenai pantai parang tritis dengan ombak besarnya. Pantai ini terkenal dengan legenda Ratu pantai Selatan – Nyi Roro Kidul. Yang saya tau dari legenda itu, Nyi Roro Kidul sangat menyukai warna hijau sehingga apabila berkunjung ke pantai selatan Jawa, disarankan untuk tidak menggunakan pakaian berwarna hijau, karena menurut legenda sang Ratu akan menangkap siapa saja yang mengenakan sesuatu yang berwarna hijau.
Sebelum keberangkatan kesana kami sudah diwanti-wanti mengenai hal ini dan percaya tidak percaya, inilah legenda yang menjadi kepercayaan warga setempat, jadi tidak ada salahnya untuk dijalankan, toh tidak ada ruginya bagi kita.

Omah Dhuwur resto – Kota Gede
http://omahdhuwur.com/
Menurut saya , ini adalah salah satu tempat yang harus dikunjungi pada saat berkunjung ke Yogyakarta. 
Rugi banget kalau tidak mengunjungi tempat ini. Restaurant ini memiliki interior Jawa kolonial yang sangat bagus sekali buat objek foto. Apalagi pada waktu malam hari, lampu-lampu di luar resto ini akan membuat suasana lebih romantis. Lokasinya tepat di depan HS silver, kota Gede. Kalau yang penasaran mengenai menu dan harga makanan di resto ini bisa cek di link ini http://omahdhuwur.com

Malioboro
Kalau yang satu ini, sudah terkenal sekali. Malioboro sebenarnya adalah nama jalan. Yang membuatnya terkenal adalah karena disepanjang jalan ini kita bisa menemukan toko-toko, kios-kios yang menjual beraneka macam pakaian, aksesoris, pernak pernik, batik, kaos Dagadu – khas Jogja, cinderamata, dan bagi yang mau mencoba menaiki andong juga bisa coba di jalan ini.
Kalau saya pribadi, yang harus dikunjungi ketika berada di jalan ini adalah Mirota batik, tempat ini menjual beraneka batik mulai dari kain batik sampai garmen, dari batik biasa sampai batik tulis, dan berbagai pernak pernik cinderamata di lantai 2, lantai 3nya ada cafe. Saya lebih memilih belanja oleh-oleh dan batik di Mirota karena harganya murah dan sudah fix, tidak perlu tawar menawar lagi (seperti kalau belanja di kios-kios sepanjang jalan Malioboro, kita harus punya keahlian menawar, kalau tidak bisa-bisa dapat harga mahal untuk satu barang). Hal lain yang membuat Malioboro ini terkenal adalah lokasinya yang di pusat kota, dekat dengan kraton Yogyakarta, pasar Bringharjo (pasar ini juga menjual berbagai macam pernak-pernik, batik khas Jogja, dan juga dengan sistem tawar menawar), jalan wijilan – surga gudeg Jogja.

Borobudur Temple
Salah satu dari 3 beauty of Indonesia ini letaknya dekat dengan Magelang, kalau saya tidak salah waktu tempuhnya 2 jam dari Yogyakarta. Saya menaiki kereta wisata (mobil panjang menyerupai kereta - kayak di TMII) sesampainya saya di kawasan wisata Borobudur. Kereta wisata ini akan membawa kita mengitari kompleks Borobudur dan berhenti tepat didepan bangunan candi. Harga untuk menaiki kereta wisata ini IDR 5000. Buat yang mereka yang gak kuat jalan, saya sarankan naik kereta wisata saja, daripada berjalan kaki dari pintu masuk ke bangunan candi yang jaraknya lumayan jauh. Saya sendiri memilih jalur ini karena saya belum pernah ke Borobudur dan saya ingin menaikinya sampai puncak, untuk itu saya pilih naik kereta daripada berjalan kaki, tenaga saya lebih baik disimpan untuk menaiki candi yang ternyata tinggi sekali dan cukup melelahkan. Tidak kebayang kalau saya jalan kaki sejak awal. Dijamin belum-belum sudah gempor.

Saya sendiri tidak merasa lelah pada saat menaiki Borobudur, yang secara keseluruhan terdiri dari 10 tingkatan dalam bentuk tiga bangunan bertingkat yang melambangkan kehidupan manusia, yang kalau saya tidak salah di pelajaran sejarah dulu namanya Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu. Masing-masing melambangkan kehidupan manusia yang masih dikuasai hawa nafsu duniawi – belum mengenal agama, kehidupan manusia yang mulai terbebas dari hawa nafsu tapi masih terikat materi dunia, dan yang terakhir menggambarkan nirwana dimana manusia yang sudah mulai bisa melepas hawa nafsu (semoga tidak salah ini...). Setiap tingkatan dari Borobudur ini apabila kita putari memiliki relief yang menggambarkan kehidupan manusia. 
 

Ada cara yang dianjurkan untuk menaiki candi Borobudur ini kalau kita memang ingin menikmati keindahannya, yaitu dengan naik dari pintu timur kemudian mengitari tiap tingkat searah jarum jam untuk melihat setiap relief yang ada di Borobudur. Berhubung saya terlalu bersemangat untuk mencapai puncak dan pada waktu itu hujan gerimis, saya tidak mengikuti anjuran ini dan saya langsung naik ke sampai ke puncak tanpa mengitarinya. cukup melelahkan, tetapi semua itu terbayarkan saat mencapai puncak. Pemandangannya indah sekali dan luar biasa.
Sampai di puncak Borobudur saya tidak lupa mencoba untuk memegang arca Dhyani Budha di dalam salah satu stupa di level atas Borobudur. Konon kata orang kalau kita dapat menyentuh tangan atau tumit kakinya, permintaan kita akan terkabul (saya tidak yakin soal bagian tubuh yang harus disentuh, karena ada banyak sekali versi soal ini, tapi gak ada salahnya untuk mencoba). Ternyata tidak mudah untuk bisa memegang arca Budha ini, karena letaknya didalam stupa yang tinggi dan lubang di stupa yang tidak terlalu besar membuat kita sulit untuk memasukkan tangan kedalam dan memegang arca didalamnya. Saya sendiri tidak berhasil, sepertinya hanya mereka yang bertangan panjang yang bisa memegangnya dan mungkin karena ini pula alasan kenapa mitos itu muncul, karena hanya sebagian orang yang bisa memegang arca ini.
Setelah turun dari Borobudur, kita pasti akan menemui orang-orang yang menawarkan foto langsung jadi dengan harga IDR 50.000 (kalau saya tidak salah ingat). Tidak ada salahnya mencoba ini karena untuk mendapatkan foto dengan background Borobudur secara keseluruhan sulit sekali, mengingat bangunan ini tinggi sekali dan sangat besar. Saya sendiri dengan susah payah baru bisa mendapatkan view Borobudur tanpa terpotong di puncaknya. Lain kali ke Borobudur, saya pasti akan minta difotokan saja. 
 
Setelah itu, dalam perjalanan keluar, kita akan melewati kios-kios yang menawarkan souvenir-souvenir khas jogja dan Borobudur. Sebelumnya di kaki Borobudur juga banyak sekali yang menjajakan souvenir, dan uniknya dia akan mengikuti kita sepanjang jalan dan semakin lama harga yang ditawarkan akan turun sendiri tanpa harus menawar. Katanya sih, inilah untungnya ke Borobudur waktu sore hari menjelang waktu operasi berakhir (sekitar jam 4-5 sore). Harga jual souvenir turun drastis dibanding masih pagi. Bayangkan, harga Borobudur dalam globe (seperti snow in the globe, hanya saja ini tanpa snow) yang semula ditawarkan IDR 100rb pada saat saya baru tiba di dasar candi, setiap beberapa meter saya jalan, harga terus turun perlahan, 90, 80,70 dan setelah hampir sampai gerbang menuju kios-kios cinderamata, harga sudah turun mencapai 10rb. Ini seperti lelang saja, tapi sistemnya terbalik, harganya semakin lama semakin murah. Karena gak tega dengan yang jual dengan upayanya mengikuti saya sepanjang jalan yang jaraknya lumayan jauh, akhirnya saya beli juga souvenir itu dengan harga 10rb (saya cek di Mirota harganya 15rb, jadi saya masih untung..hihihiii..#prinsip ekonomi seorang akuntan tetep jalan... ;p).


Apartemen dan hotel Sejahtera 
www.yogyes.com/en/yogyakarta.../apartment-sejahtera/
Selama di Yogyakarta, saya menginap di Apartemen Sejahtera. Sebelum berangkat, saya dan teman-teman menyempatkan diri untuk browsing mengenai apartemen ini dan sebenarnya kesan awal terhadap apartemen ini cukup baik dilihat dari fasilitas yang ada dan fotonya. Tapi begitu melihat aslinya, ternyata foto memang benar-benar menipu, apartemen ini tidak terawat dan selama 2 malam disana saya dan teman-teman mengalami berbagai macam hal. Hari pertama saja saya dan teman-teman sekamar saya (1 unit apartemen ada 3 kamar untuk 4 orang, 1 kamar dengan double bed) sudah dibuat kesal dengan shower kamar mandi yang tidak jalan dan tidak bisa diperbaiki oleh petugas apartemen. Dan kebetulan saat itu apartemen dengan tipe yang sama dengan unit kami full booked sehingga kami tidak bisa pindah ke unit lain. Jadi mau tidak mau kami mandi dengan menggunakan gelas sebagai gayung (gayung juga tidak disediakan dalam kamar mandi). Sebenarnya kamar mandi ini ada bathtubnya, tapi tetap saja, tidak mungkin kami mandi berendam setiap orangnya, karena jadwal acara kami padat sekali dan belum lagi kami harus antri kamar mandi dengan 3 orang lainnya. Belum selesai dengan masalah shower, malam hari, ketika kami semua siap beristirahat, lampu apartemen ini mati nyala dan waktu matinya untuk lama sekali, katanya sih lampu mati karena ternyata daya listriknya tidak kuat (waktu itu hampir seluruh kamar full booked). Bagaimana mungkin sebuah apartemen tidak punya genset dan daya listriknya tidak kuat.
Pendapat saya pribadi, saya sangat tidak merekomendasikan hotel dan apartemen ini sebagai alternatif penginapan di Yogyakarta dengan adanya berbagai kejadian di atas.


Begitulah pengalaman saya selama di Yogyakarta untuk pertama kalinya saya menginjakan kaki di kota itu. Sampai saat ini, Juni 2011, saya sudah dua kali berkunjung ke Yogyakarta dan ada 1 hal yang saya sesalkan, saya belum pernah ke kraton Yogyakarta. Pada kunjungan pertama saya tidak kesana karena memang tidak dijadwalkan kesana dalam acara gathering dan teman-teman seperjalanan saya juga kebanyakan bukan first timer ke Yogyakarta sehingga mereka juga tidak mau apabila saya ajak ke kraton. Pada kunjungan kedua, yang sangat menyebalkan, sebenarnya saya hampir bisa ke sana, tetapi tidak jadi karena kereta kami sempat mogok 1 jam lebih dan mengakibatkan waktu kedatangan kami lebih lambat 1 jam. Kami baru tiba di Yogyakarta pukul 14.00 dan jam segitu Kraton sudah ditutup untuk umum.
Buat yang mau ke Kraton Yogyakarta, berikut jam bukanya, jangan sampai kelewatan dari jam ini yaa..

Senin – Minggu : 08.00-14.00.

Jumat : 08.00-12.00.

Dari perjalanan kedua saya di tahun 2011, ada 2 pengalaman menarik. Yang pertama saya secara tidak sengaja menjatuhkan access card kamar hotel di Ayam Goreng Suharti, yang letaknya cukup jauh dari hotel saya. Saya baru sadar ketinggalan kartu itu sesampainya saya di hotel. Saat itu saya menginap di hotel Abadi Yogyakarta. Hotel ini memberlakukan denda bagi tamu yang menghilangkan access card dan dendanya cukup besar IDR 150.000. Saat itu sebenarnya saya masih belum tau pasti dimana kartu itu saya jatuhkan, karena selain  makan siang saya juga jalan-jalan di Malioboro setelahnya. Tapi dengan sedikit keyakinan dan mengingat-ingat runtutan kejadian seharian itu akhirnya saya yakin kalau kartu itu pasti terjatuh saat makan siang di Ayam Goreng Suharti. Akhirnya saya menelpon restaurant tersebut dan ternyata benar terjatuh disana. Setelah memperkirakan ongkos yang akan saya keluarkan untuk kesana dibandingkan dengan denda kartu, saya akhirnya memutuskan untuk kembali ke sana dan mengambil kartu yang tertinggal. Ternyata saya tidak salah perhitungan dalam hal ini, ongkos taxi menuju kesana pp hanya IDR 50.000 lebih murah dibanding denda yang diberlakukan hotel (#prinsip ekonomi lagi ..hihihi :D). Kejadian ini memberikan pelajaran tersendiri bagi saya, di perjalanan saya berikutnya saya memperlakukan access card hotel seperti kartu kredit/ATM, saya tempatkan dalam dompet, tidak seperti saat itu hanya saya masukan dalam kantong tas, dengan harapan kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Oh ya, pada saat saya menunggu taxi yang akan mengantarkan saya ke restaurant ayam goreng Suharti, ada 1 kejadian yang membuat saya miris. Pada waktu itu saya menunggu di depan hotel Abadi, ada seorang bule perempuan mendekati saya dan bertanya mengenai taxi yang aman dan normal harganya di Yogyakarta. Saya sempat heran kenapa bule ini mencari taxi aman dan normal harganya di Yogyakarta, karena sepengetahuan saya kalau soal harga bukankah seharusnya semua taxi menggunakan argometer dan kalaupun tidak,  mereka juga berada di bawah naungan koperasi sehingga menurut saya tarifnya seharusnya standar. Saya juga heran kenapa dia bertanya kepada saya, yang sebenarnya bisa saja dia bertanya ke satpam hotel, petugas concierge, atau resepsionis hotel (apa karena saya tampang jujur ya..? hihihi #narsisnya kumat). Dan heran sekali melihat dia mencari taxi sementara di depan hotel banyak sekali taxi yang nongkrong. Ternyata bule ini ingin menginap di hotel dekat Borobudur. Menurut dia, dia mendapatkan info dari temannya kalau taxi di yogyakarta tidak semuanya menggunakan tarif argometer, terutama untuk jalur luar kota, oleh karenanya sebaiknya dia mencari taxi yang reputasinya baik agar memberikan tarifnya juga normal. Karena sama-sama turis, saya juga tidak bisa merekomendasikan taxi yang reputasinya baik, akhirnya saya bertanya pada bule itu apakah dia tau tarif normal untuk sampai ke Borobudur. Katanya teman-temannya memberitahunya kalau tarifnya 150rb. Berdasarkan harga itu saya berusaha membantu bule ini dengan menanyakan ke supir taxi yang sebenarnya adalah taxi yang akan saya naiki, dan ternyata benar kata supir taxi tersebut untuk rute luar kota seperti Borobudur tarifnya tarif borongan dan harga yang ditawarkan ke saya memang 150rb. Saya langsung menginfokan kepada bule itu (bule ini sama sekali tidak bisa bahasa Indonesia, benar-benar nekat, tapi saya salut dengan keberaniannya – ini menginspirasi saya untuk tidak menjadikan bahasa sebagai kendala untuk mengunjungi suatu tempat). Setelah tarifnya ok, bule itu mulai menaikkan ranselnya super besar ke bagasi taxi dan akan masuk ke dalam taxi. Melihat saya tidak naik, supir taxi tadi langsung kaget dan bertanya pada saya mbaknya tidak ikut naik? Saya jawab tidak, saya hanya membantu bule tadi. Saya lihat sepertinya ada secercah penyesalan diwajah supir taxi itu, sepertinya dia menyesal sudah memberikan harga turis lokal buat si bule. Karena takut supir taxi tersebut menaikkan tarif nantinya, saya jadi berbicara lagi ke bule itu dan mengingatkan dia bahwa tarif yang disepakati adalah 150, apabila supirnya meminta lebih, mintalah petugas hotel di sana nanti untuk menerjemahkan. Melihat ini saya jadi miris, ckckck, kok seperti ini ya perlakuan terhadap turis internasional, kenapa mereka dikasih harga mahal. Padahal orang Indonesia kalau berkunjung ke luar negeri tidak diperlakukan seperti itu. Di luar, hampir tidak ada penjual yang memberlakukan harga turis dan harga lokal. Menurut saya itu terlalu sekali. Hal ini juga yang membuat saya kecewa dengan Yogyakarta, yang awalnya saya anggap sebagai kota wisata yang penduduknya ramah,jujur dan tourist friendly sama seperti Bali, tapi dengan adanya hal ini, saya berubah pikiran, Bali tetap yang terbaik, dalam hal ini, penduduk Bali lebih tourist friendly, dari pengalaman yang saya dapat selama di Bali, saya tidak pernah dikecewakan oleh penduduk sana, mereka semua ramah dan yang terpenting jujur. Mereka menganggap semua turis sama, tidak bule tidak lokal semua diperlakukan sama, contohnya di Kuta harga jual pernak-pernik di sepanjang Kuta square dan kios sepanjang poppys lane harganya sama antara bule dan lokal. Bahkan persaingan antar penjual pun lebih fair (mereka tidak sungkan-sungkan menolak pembeli ap`bila pembeli tersebut sudah terlalu banyak belanja dikios mereka, biasanya mereka akan mengatakan sudah dulu ya, mbaknya bisa beli ditoko sebelah, kita disini harus bagi-bagi rejeki – really nice and unbelievable).

http://www.yogyes.com/id//
Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, dikunjungan saya yang kedua ke Yogyakarta saya menginap di Hotel Abadi. Lokasinya tepat didepan Stasiun tugu dan letaknya hanya 1 menit berjalan kaki ke Malioboro. Hotel ini adalah salah satu hotel bintang 3 di Yogyakarta. Sebenarnya perjalanan saya kali ini adalah versi ransel dan seharusnya menginap di hotel-hotel melati sekitar Malioboro. Tapi akhirnya pilihan saya jatuhkan ke hotel Abadi karena saya melihat penawaran harganya yang cukup murah di Agoda IDR 305rb/malam dan saya bertiga sehingga biaya per orangnya 100rb, hanya beda tipis dengan harga hotel kelas melati yang rata-rata 150 – 250rb tetapi berlaku aturan ketat, 1 kamar hanya untuk 2 orang dan biasanya lokasinya dalam gang. Kenyataannya saya salah pilih hotel kali ini. Karena letaknya yang di depan stasiun, hotel ini sangat bising, dinding kamarnya tidak cukup meredam suara kereta dan suara pengumuman di stasiun. Saya sampai menyalakan tv sepanjang malam agar tidak terganggu dengan suara tersebut, padahal kamar saya di lantai 3, tapi rasanya stasiun tugu itu ada di sebelah kamar saya. Saking terdengar jelasnya, hanya beberapa kali dengar, saya sudah bisa menirukan cara petugas informasi mengumumkan kedatangan dan keberangkatan kereta. Satu hal yang tidak kalah menyebalkan adalah kamar mandi hotel ini (lagi-lagi kamar mandi, sepertinya saya benar-benar bermasalah dengan kamar mandi). Pertama kali kami masuk kamar, kamar mandi hotel ini baunya minta ampun, seperti bau apek, bau ruangan yang sudah lama tidak digunakan, selain itu airnya juga kotor, saya sadarnya pada saat sikat gigi dan melihat air di gelas kumur banyak kotorannya, saya buang dan isi lagi, ternyata percuma. Ya dengan ini, satu hotel lagi yang masuk daftar big no no saya. Sebagai pengalaman saja, lain kali sebelum membooking satu hotel, saya akan akan tanya dulu ke mak google (;D panggilan sayang saya untuk google - saking cintanya sama situs pencari yang satu ini)  untuk melihat testimoni orang-orang yang pernah menginap disana, karena belakangan saya cek di tripadvisor ( http://www.tripadvisor.com/ ), banyak sekali tamu yang tidak puas dengan hotel ini.


Lebih kurangnya that's all pengalaman saya selama travelling ke Yogyakarta. Seharusnya saya sudah 3 kali mengunjungi Yogya, tetapi perjalanan kedua saya batal karena di hari yang sama saat saya membeli tiket KA, gunung merapi meletus dan statusnya siaga. Sampai hari keberangkatan saya statusnya masih tetap siaga, bahkan pada hari dimana seharusnya saya berangkat, gunung merapi mengeluarkan letusan terdahsyat. Dari sini ada pelajaran yang saya ambil, bahwa manusia hanya bisa berencana tetapi hanya Tuhan – lah yang menentukan segalanya. Kuasa Tuhan memang tiada taranya. Haec dies quam fecit Dominus !!!
Jogja saat letusan Merapi



Persimpangan dekat stasiun tugu saat Letusan Merapi
Yogya saat letusan Merapi



No comments:

Post a Comment