Sunday, October 14, 2012

Another story from my Bali trip

Kali ini saya ke Bali bersama dengan keluarga. Sebuah perjalanan yang sudah lama direncanakan, dan akhirnya tiba waktunya untuk keberangkatan. Siapa sangka perjalanan yang seharusnya menyenangkan ini malah menjadi pelajaran tersendiri bagi saya dan cukup membuat saya sewot.

Berawal dari promo Airasia untuk rute baru Surabaya-Denpasar dengan harga 200ribu rupiah PP, dengan nekad saya akhirnya booking tiket untuk saya dan mama saya untuk tanggal keberangkatan yang masih setahun lagi. Waktu itu saya belinya di bulan Desember 2011 dan tanggal keberangkatannya di bulan Sept 2012. Awalnya hanya saya dan mama saya, tapi akhirnya bertambahlah peserta baru tante saya dan dua orang anaknya. Bagi saya ini adalah pertama kalinya saya traveling ke luar pulau bersama keluarga besar (karena lebih dari 1 keluarga, saya sebut keluarga besar) dan pertama kalinya saya arrange perjalanan untuk keluarga. Itinerary perjalanan sudah saya siapkan jauh-jauh hari dan saya juga sudah menanyakan ke semua peserta mengenai rencana perjalanan ini mau kemana dan mau ngapain saja. Saat itu, semua peserta sepakat bilang terserah saya. Saya mah tambah senang kalau semuanya terserah saya, karena dengan begitu saya lebih leluasa untuk mengatur jadwal perjalanan. Jadilah akhirnya saya membuat itinerary perjalan 4D3N saya di Bali menjadi day 1: Besakih-Tirta Empul-Krisna/Sukowati-Kecak Dance at GWK, day 2: Bedugul-Tanah Lot-Kuta, day 3: Uluwatu-Pantai Bingin -Pantai Tegal Wangi -Dreamland - Kuta, day 4: back to Sby.


Sampai hari H, jadwal ini masih aman terkendali, yang tidak terkendali malah jadwal penerbangan yang direschedule untuk kesekian kalinya menjadi di cancel. Ya, penerbangan saya ke Bali pun di cancel (awalnya penerbangan pagi pukul 6 pagi, yang kemudian diresched menjadi pukul 5.40, dan terakhir jadi 5.15) dan dipindahkan ke penerbangan malam pukul 19.30. Tentu saja hal ini membuat saya kelabakan karena pemberitahuan perubahannya 7 hari sebelum keberangkatan. Setelah beberapa kali menelp call center AA dan solusi yang diberikan hanya 2 yaitu antara memajukan penerbangan ke sehari sebelumnya atau memundurkan ke sehari sesudahnya (sapa coba yang mau pilihan kedua ini), alternatif lain pihak airasia bersedia untuk mengembalikan uang dalam bentuk credit shield (yang begini malas nih karena tiket saya tiket promo, gak bakal cukup untuk beli tiket baru). Akhirnya saya memutuskan untuk melobby AA agar penerbangan pulang saya yang semula pukul 8 pagi diubah menjadi 19.00. Menurut saya ini win win solution, karena total jam saya di Bali tetap sama seperti rencana semula sehingga tidak sulit bagi saya untuk menyesuaikan itinerary. Untunglah pihak AA mau bekerja sama dan saya juga berhasil mengatur ulang semua reservasi selama di Bali (beneran deh AA ini gak memikirkan betapa kelimpungannya traveler kere seperti saya yang gak pake agent begini mengatur ulang semua reservasi dan itinerary). Jadilah kami berangkat pada malam hari dan pulang pada jam terakhir juga. Itinerary saya jadi bergeser sehari. 

Semua berjalan dengan lancar di awal, namun lama kelamaan satu per satu masalah mulai keluar. Sebenarnya bukan masalah, ini lebih ke arah kelakuan sesama traveler dan pelayanan di objek wisata. Dibandingkan dengan perjalanan saya ke Bali sebelum-sebelumnya, perjalanan kali ini meninggalkan kesan tersendiri. Dari perjalanan saya ini, saya lebih mengenal bagaimana sifat dari keluarga saya (memang bener kata para traveler ternama kalau sifat seseorang itu bisa ketahuan hanya dengan melakukan traveling bersama) dan saya juga jadi tau apa sih yang membuat orang-orang setempat setiap kali saya minta diantar / ditemani ke Besakih selalu mengalihkan lokasi yang dituju ke lokasi lainnya. Dari perjalanan saya kali ini saya jadi bisa membuat tips dan trik untuk memilih rekan seperjalanan ala saya sendiri yang saya gunakan sebagai pedoman saya dalam memilih rekan perjalanan saya kedepannya. Dari perjalanan ini juga saya akhirnya melihat citra 'buruknya' wisata di Bali yang selama ini saya kira paling baik dibanding kota-kota wisata lain di Indonesia. Beneran saya tidak menyangka kalau kejadian seperti ini bisa terjadi di Bali, sungguh disesalkan dan mengecewakan. Sayang banget objek wisata sebagus, seindah, dan sesuci itu dicemarkan karena kelakuan oknum-oknul tak bertanggung jawab.

Pedoman memilih rekan seperjalanan ala saya (berlaku juga untuk teman dekat bahkan keluarga sekalipun) :
  1. Setiap orang harus punya pendapat sendiri mengenai lokasi yang dituju, bukan cuma jawab terserah, ikut aja, apa aja deh. Menurut saya ini yang paling penting, tidak mungkin kalau orang mau melakukan perjalanan tapi tidak ada tempat yang ingin dituju / hal yang ingin dilakukan / apa yang ingin dicari. Jadi, siapapun dia kalau mau jalan bareng sama saya, tolong berikan pendapat kalau saya tanya mau kemana ? mau makan apa ? mau ngapain aja? Kalau jawabnya terserah, gak masalah sih, tapi harus berjanji kalau yang sudah ditentukan, tidak boleh diubah/ditambah kecuali keadaannya memang tidak memungkinkan untuk dilakukan, itupun atas persetujuan bersama bukan atas keinginan sepihak. (Menurut saya untuk traveling dengan keluarga nomor 1 ini paling penting harus dipenuhi).
  2. Setiap orang harus bisa mandiri, tidak bergantung sama orang lain. Maksudnya, kalau sudah sampai tempat wisata / pusat perbelanjaan, jangan selalu nempel satu sama lain kecuali punya tempat tujuan / yang dicari sama / memang gak ada tujuan. Jangan ikut-ikutan makan di 1 resto karena terpaksa. Kalau gak sesuai selera/ budget, gak masalah kok mencar makan sendiri-sendiri (biar keluarga sekalipun, selera bisa beda kan ?). Kalau gak senang pertunjukan yang ada, ya silakan pergi ke bagian lain dari tempat wisata - jaman sudah canggih, kalau bingung nanti ketemuannya gimana, bisa telp kan ? anggota tur saja kalau sudah sampai ke tempat wisata ada yang mencar-mencar kecuali yang mau mendengarkan penjelasan mengenai tempat wisata yang bersangkutan. Hal ini juga berlaku dalam hal pemesanan tiket dan akomodasi, kalau seluruhnya own arrangement, gak ada salahnya kan pesan sendiri-sendiri, apalagi kalau pas promo. Pesan tiket promo untuk 1 orang aja susahnya minta ampun, apalagi banyak orang dan apalagi untuk orang yang ngambil keputusannya lama. Semua airlines kalau lagi promo memberlakukan time limit untuk proses booking-nya, jadi kalau mau titip beli tiket, please ambil keputusannya yang cepat, kalau mau mikir lama silakan pesan sendiri atau kalau tetap minta dipesanin, kalau dapat harga beda/lebih mahal dilarang keras protes. 
  3. Hampir sama dengan yang point 1, tidak egois. Kalau suara terbanyak tidak setuju dengan pendapat anda, tolong diterima, jangan memaksakan kehendak, apalagi ngungkit-ngungkit hal yang sama tiap menit. Kalau memang mau segalanya sesuai keinginan, mending lain kali solo traveling deh.
  4. Sebisa mungkin menemukan rekan seperjalanan yang punya hobi yang sama, paling gak dari 10 hal yang kita sukai , ada 5 lah yang sama. kalau saya pribadi hobi boleh beda, yang penting rekan saya harus kuat jalan. Saya tidak suka menyia-nyiakan waktu selama traveling hanya untuk duduk apalagi tidur. Duduk, istirahat gak masalah, tapi jangan 2 jam duduk , 1 jam jalan dong. harus proporsional. dan satu lagi tidak lembeng, contohnya: gak takut item, gak takut hujan. kalau takut item, pake jaket/ bawa payung. Masa gara-gara cuaca diluar lagi terik langsung milih tiduran saja di kamar, kalau mau tiduran saja, mending gak usah traveling deh (sinis mode:ON).
  5. Harus yang bisa menghargai kebudayaan dan adat istiadat setempat. Saya paling gak suka traveling dengan orang yang mau seenaknya sendiri. Contohnya: kalau disana adatnya harus pake pakaian sopan ketika memasuki areal suci, tolong dong ditaati. Kalau ke Bali, ya pasti sering ketemu orang-orang yang lagi upacara adat, jangan sewot kalau tempat wisata yang dituju jadi terganggu pemandangannya karena ada upacara adat. Wong lokasi yang dituju memang tempat ibadah, masa salah orang-orang pada nonton orang-orang sembahyang - view begini cuma ada di Bali lho, sulit ditemukan di kota lain. Bukankah kita traveling itu untuk lebih mengenal dunia luar?!
Cuma 5 syaratnya dan saya yakin tidak sulit untuk memenuhi semua itu kalau memang kitanya niat untuk jalan-jalan. Saya tidak menceritakan dengan detail, tapi kalau mau tau, kurang lebih apa yang saya alami selama perjalanan saya di Bali bersama keluarga itu gak jauh-jauh dari 5 syarat tersebut. Sayanya sih gak masalah, karena saya setiap tahun ke Bali. Tapi kasihan mama yang tadinya sudah senang banget diajak ke Bali, jadi gak bisa benar-benar menikmati Bali karena salah mengajak orang (off the record ya). Next time gak pake ajak-ajak yang lain deh. Mau ikut ?! boleh saja, tapi tolong penuhi 5 syarat diatas ya ^^. Berhubung saya yang arrange semua, ibarat tur, tolong kerjasamanya ya memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, kecuali kalau semua biaya perjalanannya mau ditanggung, gak masalah deh saya nurut keinginan 1 orang saja (yang bayarin doang lho yang boleh merintah saya, itupun liat situasi dan kondisi juga, kalau melanggar norma- teteup ogah :P) .

Selanjutnya cerita tentang objek wisata yang baru pertama kali saya kunjungi di Bali dan dijamin saya gak mau lagi ke sana, kecuali diajak teman yang beragama Hindu dan sekalian mau sembahyang di sana. Akhirnya Sept kemarin saya berhasil menginjakan kaki di Pura Besakih yang secara lokasi memang cukup jauh dari Kuta. Dulu saya mengira orang-orang pada malas ke sana karena lokasinya yang terlalu jauh atau pemandangannya yang kurang 'worthed' untuk diliat. Setelah mengunjunginya saya jadi tau kenapa semua pada menghindar. Ternyata bukan karena lokasi dan pemandangannya. Secara lokasi, dekat dengan Kintamani, dan tidak sejauh ke Lovina. Jadi saya yakin alasannya bukan karena lokasi, karena masih banyak tuh yang mau ke Lovina. Secara pemandangan, bagus banget, Pura Besakih adalah Pura utama di Bali. Pura dengan kawasan Pura terbesar di Bali, untuk mengitarinya saja saya menghabiskan waktu hampir 2 jam plus ngos-ngosan naik sampai puncak. Pura Besakih juga terletak di kaki Gunung Agung, jadi secara pemandangan sekitar pun sangat menarik untuk dilihat. Jadi saya yakin bukan juga karena pemandangannya. Sejujurnya kalau saya bilang Pura Besakih punya daya tarik wisata yang ok punya. Yang disayangkan adalah pengelolaannya yang kurang profesional menurut saya. Yang bikin saya kecewa mengunjunginya adalah sistem 'palak' yang ada. Ternyata sistem ini sudah cukup terkenal. Sebelum saya memasuki kawasan ini, driver mobil sewaan saya sudah mewanti-wanti akan hal ini. Saya yang sudah sering banget ke Bali tentu saja tidak percaya. Saya pikir cuma turis asing yang kena (sdperti halnya di tempat wisata lainnya di Indo - beda banget sama luar negeri yang mayoritas turis asing diperlakukan dengan baik bahkan disediakan fasilitas gratisan khusus turis). 
Pura Besakih
Memasuki areal Besakih, awalnya masih aman-aman saja, pembayaran tiket masuk masih normal, kalau saya tidak salah IDR 10000/orang, mobil IDR 5000. Sampai di parkiran praktiknya mulai keliatan, tapi saya masih lolos. Sama halnya dengan Pura agung lainnya di Bali, untuk memasuki areal Pura ini kita diwajibkan berpakaian sopan, jadi bagi yang menggunakan celana pendek di atas lutut, diwajibkan untuk memakai kamen atau sarung. Nah bagi yang tidak membawa sarung sendiri, diwajibkan sewa di pelataran parkir, dan tarifnya berbeda-beda - saya tidak tau berapa karena saya membawa sarung sendiri. Info yang saya dapat sih harganya juga gila-gilaan (padahal di lokasi lain seperti Pura Tirta Empul, sewa sarung itu sumbangannya sukarela lho). Sebelum saya turun mobil, driver saya bilang kalau nanti ketika pengecekan tiket saya akan diminta untuk menyewa guide, karena di areal Besakih itu semua turis yang datang tanpa guide wajib menyewa guide lokal. Info dari driver saya tarifnya 50rb rupiah.  Bermodalkan info tersebut saya pede aja menuju ke bagian pengecekan tiket dan ketika diminta untuk menuliskan sumbangan untuk guide (tertulis disana dan dijelaskan disana kalau biaya guide ini bersifat sukarela, katanya mereka tidak digaji oleh pemerintah - herannya sukarela tapi kok ada formnya, kita wajib nulis nama, asal, nominal sumbangan dan tanda tangan) saya isi 50rb. Kalau saya lihat di atas saya, semuanya turis asing sumbangannya gila-gilaan 500rb bahkan 1 juta - belakangan saya jadi curiga, itu kok sepertinya akal-akalan petugas doang deh, jangan-jangan tadinya 70rb terus ditambah nolnya dibelakang. Nah, ketika saya selesai menulis 50rb dan saya mau memberikan uang itu, sang petugas bilang kalau saya disuruh nambah lagi. Katanya sumbanglah lebih, Mbaknya kan berempat, tambahlah 50rb lagi. Ya ampun, pikir saya ini sumbangan apa bukan sih, sumbangan kok minta nambah, kalau sumbangan sukarela ya terserah kita dong yang ngasih. Berhubung saya malas ribut dengan petugas ini, saya tambah lagi deh 50rb (total biaya yang dikeluarkan untuk Pura Besakih sampai saat ini 45rb + 100rb = 145rb). Berhubung sudah bayar mahal untuk guide, saya gak mau rugi dong, saya minta tolong guide-nya untuk foto-fotoin saya dan saya tanyain macam-macam (padahal saya sudah pernah baca semua informasi tersebut dari mak google - tanpa dia jelasin juga gak sampe 5 menit saya bisa dapat semua informasi yang ada hanya dengan sekali klik). Sesudah selesai mengitari areal Pura dan menuju kembali ke parkiran, saya mempersiapkan uang tip untuk guide tersebut - mengingat masih di Indo, pastilah semua berbau jasa itu masih gak jauh-jauh dari tip dan saya pikir orang ini juga udah temanin kita sampai puncak dan penjelasannya juga bagus) jadi saya tambah lagi deh tip buat dia sebesar 20 persen dari tarif guide 100rb sebesar 20rb. Untuk perhitungan service charge dan dunia pertip-an, 20 persen itu udah gede banget lho. Tapi siapa sangka orang ini malah balik ngejar saya dan bilang, mbak saya kan sudah temanin sampai atas, saya sudah jelasin ini itu juga, masa saya cuma dikasih 20, tambah lagi ya mbak. Saya jawab, lho bukannya tadi di depan sudah 100rb ? katanya yang itu untuk organisasi, dia gak dapat sama sekali. Lagi dan lagi, untungnya saya lagi baik hati saat itu karena masih awal dari acara liburan, jadinya akhirnya saya tambah lagi 20rb, saya bilang saya punyanya cuma itu, sudah ya. terima kasih. (kalau situasinya saya lagi sebal, sepertinya saya gak mungkin nambah itu duit, kalaupun nambah saya gak mungkin bilang terima kasih, karena menurut saya itu pemerasan ya). Orang tersebut pergi dengan muka kucel begitu, kesannya saya ngasihnya terlalu sedikit, saya sih cuek saja dan langsung cepat-cepat balik ke mobil. Benar-benar sudah seperti pemerasan itu praktiknya. Kalau turis lokal saja kena seperti ini apalagi turis asing bisa-bisa dipalak ratusan ribu. Jadi, total yang saya keluarkan untuk ini Pura Besakih adalah 185ribu rupiah, kalau dibagi berempat kurang lebih 45 ribu per orangnya, sudah cukup untuk memasuki Jatim Park atau waterpark. Bukannya saya tidak mau membayar mahal untuk sebuah cagar budaya, kalau tarifnya standard sih tidak jadi masalah. Kalau memang mau diwajibkan membawa guide seharusnya ada tarif yang pasti dan ada karcis resmi untuk biaya guidenya dan harap dipastikan tidak ada praktik pemerasan selama perjalanan mengitari kompleks Pura.

Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan lagi hal-hal seperti ini, jangan sampai nama negara kita tercemar hanya karena kelakuan oknum-oknum tertentu. Yang paling disesalkan hal seperti ini terjadi di Bali, yang selama ini kondisi objek wisata cukup baik jika dibandingkan dengan objek wisata di Indo lainnya. Di luar negeri, tarif yang dipatok untuk lokasi wisata cagar budaya memang beberapa ada yang cukup mahal, tapi mereka tidak mewajibkan untuk memakai guide. Sebagai gantinya mereka menyediakan alat yang berisi rekaman suara (audio guide) tentang panduan lokasi tersebut yang bisa disewa dan peta yang diberikan secara cuma-cuma. Tapi sepertinya orang kita masih susah kalau diberlakukan cara yang pertama, paling banyak yang hilang/rusak alatnya (just saying... bukannya menjelekkan tapi `da indikasi akan terjadi seperti itu, betul kan?! ). Gak kebayang deh saya, bagaimana pendapat para bule setelah mengalami hal yang sama seperti saya. Belakangan driver saya cerita kalau dulu ada tamunya dia yang juga ke Besakih, dua orang bule, gak balik sampai jam 6 sore, setelah dicari ternyata ditinggal di puncak karena mereka tidak mau bayar lebih. Parah bener nih kalau sudah begini.


Note: 
saya punya saran untuk AA. Bagi yang mau naik AA, sebaiknya beli AA insure, apalagi kalau lagi ada promo 1 hr guarantee seperti saya kemarin, mengingat belakangan ini budget airlines lagi hobi delay dan reschedule. Lumayan berhasil di klaim sampai 600 ribu Rupiah per penumpang. Saya memang sebal dan kecewa dengan AA, tapi dengan sportivitasnya dan profesionalitasnya menjawab email saya dan bersedia mengeluarkan surat pernyataan mengkonfirmasi delay penerbangannya, saya mau tidak mau harus mengakui kalau AA pantas memperoleh predikat the best budget airlines setiap tahunnya. Kalau dibanding dengan pengalaman saya dengan budget airline lainnya, AA memang masih terbaik.







No comments:

Post a Comment