Monday, November 26, 2012

Trip to the Heart of Asia : Day 1 & 2

Taken from http://eng.taiwan.net.tw/

The Heart of Asia, begitulah slogan yang digunakan oleh Taiwan tourism board untuk mempromosikan negaranya. Sebelumnya tidak pernah terlintas sedikit pun di benak saya untuk traveling ke Taiwan. Jadi, sejak awal saya memang tidak punya ekspektasi apapun terhadap negara ini.


Trip saya ke Taiwan berlangsung 6D4N, 2 hari sisanya dihabiskan untuk perjalanan karena saya menggunakan penerbangan malam pada waktu keberangkatan dan penerbangan pagi pada waktu pulang. Empat hari bisa dikatakan adalah waktu yang sempit untuk mengunjungi seluruh Taiwan. Tapi saya berusaha untuk mengemasnya dengan lebih padat dan memilih lokasi yang sesuai dengan kegemaran saya dan teman traveling saya. Seperti biasa perjalanan saya kali ini kembali dipandu oleh buku Mbak CK dan perjalanan ini ber-budget yang tidak jauh berbeda dengan yang tertulis di buku. Berikut itinerary saya selama di Taiwan:
Day 1: Flight malam CGK-TPE.
Day 2: Taoyuan Airport - Taipei city tour (Chiang Kai Sek Memorial Hall, Xinyi District, Taipei 101, Sun Yat Sen Memorial Hall,Long Shan Temple, Ximending).
Day 3: Yehliu Geopark, Martyr Shrine, Shilin Night Market.
Day 4: Kaohsiung city (Formosa Boulevard, Fo Guang Shan Monastery, Dragon & Tiger Pagoda, Lotus Lake, Love River, Dream Mall).
Day 5: Taipei zoo, Wufenpu fashion wholesaler, Ximending, Taoyuan Airport.
Day 6: Flight pagi TPE-CGK.

Perjalanan kali ini bisa dikatakan perjalanan yang paling menantang dibandingkan perjalanan saya sebelumnya, karena banyak sekali perjuangan yang dilakukan untuk memenuhi setiap itinerary. Bahkan ada beberapa tempat dari itinerary semula yang dengan terpaksa tidak dapat dikunjungi. Pokoknya pengalaman kali ini benar-benar luar biasa. Bisa dibilang saya dan rekan seperjalanan saya cukup nekad untuk mengunjungi negara ini dengan bermodal bahasa Inggris yang tidak bisa dikatakan lancar banget dan bahasa mandarin saya yang juga pas - pasan. Jujur, kalau boleh saya bilang, lancar bahasa Inggris tidak menjamin bisa eksis di Taiwan, kenapa? karena sedikit sekali penduduk setempat yang mampu dan mengerti bahasa Inggris, bahkan petugas di visitor Information Center pun bahasa Inggrisnya tidak lebih baik dari saya ^^. Selama 4 hari saya di sana, penduduk setempat yang menurut saya bahasa Inggris nya sangat lancar adalah staff hostel dan barista Starbucks. Untunglah sebagian besar petunjuk di tempat umum sudah dilengkapi dengan tulisan roman (bukan cuma tulisan mandarin) sehingga memudahkan kita yang buta huruf mandarin ini untuk mencari arah, walau beberapa petunjuk seringkali cukup menyesatkan karena tidak jelas arahnya.


Day 1: SUB - CGK , CGK -TPE

Saya berangkat ke Taiwan dengan full board airline Garuda Indonesia, dengan rute SUB-CGK dilanjutkan dengan CGK-TPE, semua penerbangan dalam hari yang sama, dengan selisih waktu 3 jam. 
Hari itu penerbangan SUB-CGK berlangsung dengan lancar, mulai dari proses city check in sampai boarding tidak ada yang bermasalah. Yang bermasalah justru penerbangan CGK-TPE. Bukan masalah besar, tapi cukup membuat saya shock. Saat itu, setelah teman saya tiba dari PLB, kami pun segera check in untuk penerbangan ke Taipei. Sebelumnya saya sudah coba untuk city check in di Surabaya untuk rute CGK-TPE, tapi ditolak oleh staf GA saat itu. Menurut staf tersebut, rute internasional hanya bisa di check in langsung di bandara, padahal bulan lalu saya pernah bertanya di counter GA di Senci, menurut mereka city check in bisa dilakukan di semua sales office GA, baik untuk rute domestik maupun internasional asalkan jarak dari waktu keberangkatannya 4-24 jam sebelum keberangkatan. 

Karena tidak bisa city check in itulah, kami segera menuju ke counter check in di bandara dengan harapan seat 2 jejer masih ada. Sampai di tempat check in, kami langsung request untuk minta ditempatkan di seat 2 bukan di 3. Saat itu kami menganggap kalau untuk rute penerbangan GA internasional pesawat yang digunakan adalah airbus. Sayangnya, staf di counter check in menginfokan kalau seat yang ada hanya seat 3-3 karena pesawat yang digunakan adalah pesawat kecil. Alamak, spontan saja saya shock, saya akan duduk di dalam pesawat berbadan kecil untuk penerbangan 5 jam lamanya. Benar-benar mengejutkan, siapa sangka full board airline tidak menggunakan airbus untuk rute yang cukup jauh, sementara budget airlines tetangga dengan rute yang sama menggunakan airbus. 

Yang saya takutkan beneran terjadi, penerbangan 5 jam dengan pesawat kecil sangatlah tidak nyaman. Malam itu, penerbangan saya dari CGK adalah pukul 23.50, seharusnya saya tidur di pesawat agar besok pagi bisa langsung beraktivitas dengan segar, sayangnya berkat pesawat kecil dan cuaca saat itu yang hujan, membuat saya tidak bisa tidur. Lebih tepatnya saya tidak bisa tidur karena pesawat bolak balik mengalami goncangan karena turbulence, yang kalau saja itu adalah airbus, turbulence seperti itu seharusnya tidak terlalu mengganggu. Penyebab lainnya adalah jam pembagian makanan yang agak tidak normal menurut saya, tapi memang tidak ada pilihan lain sih. Ada 3 kali pembagian makanan, yang pertama ketika pesawat akan tinggal landas berupa juice sebagai welcome drink (beneran ini adalah kali pertamanya saya minum jus jam 12 malam), kemudian ketika pesawat sudah stabil akan dibagikan roti sebagai snack dan minuman. Berikutnya jam 4 pagi akan mulai dibagikan sarapan pagi. Ckckckkc... ini juga pertama kalinya saya sarapan sepagi itu. Jadi, sejak di pesawat itulah jam makan saya mulai tidak beraturan yang berlanjut sampai kembalinya saya ke Indonesia.

Kalau boleh membandingkan pengalaman terbang saya kali ini dengan full board airline dibandingkan dengan budget airline setahun yang lalu tidak jauh berbeda, sama-sama tidak nyaman. Kelebihan dari penerbangan kali ini, saya bisa bawa koper gede tanpa memikirkan bagasi saya cukup apa tidak limitnya, karena bagasi sudah include di tiket. Yang kedua saya tidak perlu susah-susah bawa selimut / beli comfort kit, karena selimut dan bantal sudah disediakan di setiap kursi, begitu pula untuk inflight entertainement dan meal.
Sebenarnya naik full board airline memang lebih nyaman ketimbang naik budget airline, sayang ukuran pesawatnya itu yang bikin senewen. Satu hal lagi, karena full board airline yang saya gunakan adalah maskapai lokal, jangan membayangkan saya bertemu banyak penumpang bertampang seperti Tao Ming Tse ya. Gak ada sama sekali yang bertampang begitu, wkwkkw.. karena mayoritas penumpangnya adalah para tenaga kerja dan sisanya peserta tur. Sepertinya hanya saya dan teman saya yang independent traveler.

Day 2: Taipei city.


Taoyuan International Airport.

Tepat pukul 6.15 saya tiba di Taoyuan International Airport terminal 1. Bandara ini memiliki 2 terminal, terminal 1 adalah terminal lama yang saat ini sebagian besar areal terminalnya sedang di renovasi, desain terminal ini menurut saya sangat minimalis. Terminal 2 adalah terminal baru dengan fasilitas yang lebih lengkap dan desain yang lebih modern. Sama seperti bandara besar lainnya, kedua terminal ini dihubungkan dengan sky train dan shuttle bus. 

Karena tidak mau membuang waktu saya langsung bergerak menuju bus station untuk segera menuju ke Taipei. Bandara Taoyuan ada di Taoyuan County, untuk mencapai Taipei memerlukan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan darat dengan bus ekspress, atau taxi atau bisa juga dengan THSR (Taiwan High Speed Rail) - dengan THSR tentu lebih cepat, tapi seperti biasa semakin cepat semakin mahal biayanya. Saya memilih menggunakan bus ekspress Kuokuang no. 1819 untuk menuju ke Taipei, mengikuti yang ada di buku. Sebenarnya bus ekspress ini dapat saya naiki dari terminal 1, tapi berhubung saya sangat penasaran dengan terminal 2 dan sedikit kecewa melihat terminal 1 yang begitu minimalis, saya memutuskan untuk naik bus lewat terminal 2. 

Bus stop di Terminal 2
Keputusan saya untuk menuju terminal 2 tidak salah, karena desain bandaranya benar-benar berbeda selain itu tidak ada renovasi yang mengganggu pemandangan. Terminal bus di terminal 2 sama persis seperti yang digambarkan di buku mbak CK. Terminalnya bersih, rapi, teratur, bagus banget deh, kapan coba terminal bus di Indo bisa seperti ini. Waktu itu bukan peak hour, mungkin karena masih pagi, jadi tidak ada teriakan-teriakan dari para penjual tiket bus. Nama bus juga mudah dikenali karena ada tulisan dalam roman spelling. Penjual tiketnya pun lancar berbahasa Inggris. Bus Stop ada di depan terminal dengan palang-palang petunjuk yang jelas, jadi jangan khawatir salah naik bus. Untuk yang bawa koper gede, bus juga menyediakan bagasi untuk koper. Bus ini akan berhenti di beberapa tempat, jadi biasanya ketika kita akan menitipkan koper di bagasi, kita akan ditanya rute kita ke mana. Saya sih kemarin ditanyanya menggunakan bahasa Mandarin, dan thanks God vocab bhs mandarinnya Taipei Main Station ada di ot`k saya ^^. Tapi sepertinya walau kita tidak mengerti bahasa Mandarin, petugasnya juga mengerti bahasa Inggris. (di negara yang berbahasa Mandarin begini ada perbedaan pengucapan lokasi antara bahasa Inggris dengan Mandarin. Jadi kalau kita menyebutkan Taipei Main Station ke orang yang tidak mengerti bahasa Inggris sudah pasti dia tidak tau dimana itu.) Ada kejadian yang cukup membuat saya illfill ketika saya tiba di terminal 2. Ketika saya ke kamar mandi, saya mengalami menemukan 'jebakan' di dalamnya, sebenarnya hal begini sering kita temui di negara kita, cuma untuk bandara internasional di LN baru kali ini saya temuin, dan yang paling bikin illfill ketika saya buka pintu bilik toilet tersebut, pelakunya yang masih ada di luar malah cekikikan dalam bahasa mandarin yang kebetulan saya mengerti artinya apa. Huhh, saya jadi illfill dengan WC di sana - tapi selama 4 hari keliling Taiwan, kejadian ini cuma saya alami sekali, jadi bisa dibilang saya apes. Hasil analisis saya, pelakunya sudah pasti bukan orang Taiwan karena dari logat bicaranya berbeda dengan orang Taiwan, sepertinya dari negara tetangganya yang memang terkenal dengan 'jebakan WC' begitu.

Taipei Main Station dan Taipei Backpackers Hostel.

Sesampainya saya di Taipei Main Station, saya langsung ke hostel untuk titip koper dan bersiap untuk menjalankan itinerary hari itu. Hostel yang saya tempati adalah Taipei Backpackers Hostel (http://www.taipeibackpackers.com/), lokasinya cukup mudah dicari, walau karena efek kurang tidur saya, saya agak oon waktu baca petunjuk lokasi hostel jadi agak nyasar ^^. Hostel ini bagus banget. Petugasnya lancar berbahasa Inggris, saya akui lebih fasih dari saya. Hostel ini bersih sekali, desain ruangannya sangat menarik. Tak heran kalau hostel ini diakui oleh pemerintah Taiwan dalam hal building and facility safety. Buat yang mau ke Taiwan saya rekomendasikan banget deh hostel ini (saya kemarin memesan lewat hortel world). Tapi perlu dicatat untuk yang bawa barang banyak, siap-siap ngangkat koper sambil naik tangga ya. Di Taiwan, ada banyak exit MRT station yang tidak ada lift atau eskalatornya.

Agenda saya hari itu cukup padat, sehingga setelah menitipkan koper saya langsung kembali lagi ke Taipei Main Station untuk memulai perjalanan. Tidak salah memang saya memilih tempat tinggal di area Taipei Main Station karena lokasinya sangat strategis, mudah untuk menjangkau berbagai sarana transportasi dan pusat perbelanjaan. Sesuai namanya Taipei Main Station ini adalah pusat transportasi di Taipei, di kawasan ini ada terminal bus, terminal TRA (Taiwan Railway - Kereta api biasa), THSR (Taiwan High Speed Rail - bullet train sejenis dengan Shinkansen di Jepang), MRT station. Kalau di KL, Taipei Main Station ini setara dengan KL Sentral tapi dengan lokasi yang lebih luas. Saking luasnya sampai cukup membuat saya berkali-kali nyasar di dalamnya. Taipei Main Station ini terhubung dengan beberapa mall, diantaranya K-Underground Mall, Shinkong Mitshukosi, Taipei City Mall, dan masih ada beberapa lagi. 

Sebelum memulai perjalanan ada beberapa hal yang saya lakukan di Taipei Main Station, yaitu beli Easy card (sama seperti EZ link di Singapore / octopus di Hongkong) dan print out tiket THSR yang sebelumnya sudah saya booking online. Seperti yang saya kemukakan di awal, di negara ini saya berkali-kali tersesat berkat informasi yang salah, bukan karena kendala bahasa. Hal ini saya awali sejak hari pertama. Untuk mencari tempat penjualan easy card, saya harus bertanya pada 2 orang berbeda untuk mendapatkan rute yang benar. Orang pertama, petugas metro information center, ketika saya tanya dimana saya bisa beli easy card, dia menjawab silakan ke  7-eleven. Saya percaya saja karena saya memang pernah membaca kalau easy card juga bisa dibeli di 7-eleven. Tapi sayang stok easy card di 7-eleven terdekat kosong. Informasinya tidak salah, tapi tidak lengkap menurut saya, terkesan sekenanya. Akhirnya saya tanya lagi ke loket di visitor information center lagi dan kali ini informasinya saya harus beli di counter easy card sendiri, dengan penjelasan yang asli agak susah dimengerti. Tapi syukurlah dengan petunjuk yang minim dan insting dora-doraan teman traveling saya, akhirnya kita berhasil menemukan counter easy card. Easy card bisa digunakan untuk MRT, bus, bus ekspress dan dapat digunakan di 7-eleven, family mart dan Taipei zoo. Saran saya kalau di Taipei lebih 1 hari dan akan sering naik bus, lebih baik membeli easy card deh. Soalnya kalau naik bus dan bayar cash, kalau uangnya lebih tidak akan disediakan kembalian, begitu juga di Taipei zoo ketika kita akan menaiki shuttle train. Selain itu keuntungan menggunakan easy card, kita akan mendapatkan disc 20% untuk MRT dan bus, lumayan deh. Setelah mendapatkan easy card, saya langsung ke bagian ticketing THSR untuk menukarkan bukti booking saya dengan tiket THSR. Tiket THSR berbentuk kartu kertas berwarna orange, sekilas mirip single journey ticket LRT di KL.

Chiang Kai Sek Memorial Hall  www.cksmh.gov.tw/eng/index.php


Rute pertama saya hari itu adalah Chiang Kai Sek Memorial Hall. Tempat ini sangat mudah untuk dituju, karena ada jalur MRT nya sendiri dan lokasinya langsung terlihat begitu keluar dari stasiun MRT. Buat yang tidak pernah ke RRC, bangunan di Chiang Kai Sek Memorial Hall ini cukup mengobati keinginan untuk ke Beijing, karena desainnya sekilas mirip dengan bangunan di Forbidden City. Bangunan ini dibangun untuk mengenang presiden RoC, Chiang Kai Shek. 
Memorial hall ini lokasinya berupa segi empat dimana di masing-masing sisi berdiri bangunan yang keren. Dua bangunan dengan arsitektur khas istana di forbidden city saling berhadapan, masing-masing adalah National theatre dan National Concert Hall. Pada waktu saya datang salah satunya sedang ada perawatan atap dan yang satunya sedang ada sekelompok orang yang sedang berlatih Tai chi.
Sisi lainnya berhadapan bangunan berbentuk segi 8 dengan atap biru dan gerbang besar yang namanya saya tidak bisa baca, hehehhe.... Buat penggemar foto, tempat ini wajib dikunjungi deh, dari sisi manapun, hasilnya pasti bagus. Di bagian samping lapangan segi empat ini ada taman yang juga indah. Ada banyak Ai-ai (Sebutan wanita paruh baya dalam bahasa mandarin) yang duduk untuk sekedar mencari angin ataupun melukis. Lukisannya mereka luar biasa indah lho. Saya sampai terkagum-kagum melihatnya.

Nih bangunan yg mirip dengan bangunan di Forbidden city

Xin Yi district dan Taipei 101

Taipei 101 - diambil dari Sun Yat Sen Memorial Hall

Rute berikutnya adalah Xin Yi district, ini adalah daerah pusat perbelanjaan dan di sini pula bangunan yang pernah memegang rekor sebagai bangunan tertinggi di dunia berdiri, Taipei 101. Ada tujuan yang saya tuju di Xinyi district: Resto Airbus 380 dan Taipei 101. Xinyi district dapat dituju melalui MRT City hall. Jujur, saya sempat kesulitan untuk mencari lokasi Taipei 101, karena gedung ini tidak terintegrasi langsung dengan MRT stasiun seperti halnya Petronas. Jadi deh, keluar dari MRT station saya langsung sibuk melihat sekeliling mencari gedung tinggi ini, dan akhirnya terlihat. Jaraknya dari MRT station ternyata cukup jauh. Tapi demi menaiki gedung yang pernah menyandang gedung tertinggi di dunia ini saya belain deh. Sama halnya dengan Petronas, Taipei 101 ini juga terintegrasi dengan pusat perbelanjaan dan perkantoran. Lift dan ticketing untuk naik ke observatorium Taipei 101 yang ada di lantai 89 ada di lantai 5 pusat perbelanjaan. Selain pernah tercatat sebagai gedung tertinggi di dunia. Taipei 101 ini juga memiliki lift tercepat di dunia. Lift yang membawa kita dari lantai 5 menuju ke 89 hanya memerlukan waktu selama 37 detik, amazing !! kalau semua lift macam ini, gak ada lagi antrian di mall untuk naik lift. Saya memang dibuat kagum sama lift supercepatnya, tapi saya tidak dibuat kagum dengan kemasan liftnya, masih jauh dengan laser show di lift N-Seoul Tower (teteupp... :D). 


Taipei City - view dari lantai 89 Taipei 101
Observatorium ada di lantai 89, dan bentuknya melingkar. Setiap pengunjung akan mendapatkan free voice guide dalam bahasa Inggris (dan  bahasa mandarin sesuai permintaan) dengan menukarkan kupon yang ada di tiket saat memasuki observatorium. Oh ya, sebelum naik ke lift, sama seperti Namsan Tower, kita juga akan diminta untuk berpose dengan latar belakang Taipei 101 (kali ini saya gak beli fotonya, entah kenapa kurang tertarik..wkwkkw, dan merasa mahal, tidak seperti biasanya saya selalu beli untuk kenang-kenangan). Ada 15 pos di observatorium ini, dan di setiap pos kita bisa mendapatkan melihat kota Taipei lengkap dengan penjelasannya. Bahkan Maokong Gondola pun terlihat dari sini.  Di lantai 91 juga ada outdoor observatorium, yang hanya dibuka apabila cuaca memungkinkan. Tidak seperti di sky park MBS, muka saya pucat pasi ketika tiba di atas, kali ini saya santai saja, karena deck outdoor observatoriumnya ada jarak 1 m dari tepi dan dibatasi dengan kaca tebal dan pagar, jadi gak takut sama sekali deh ^^. Bahkan anginnya saja tidak terasa kencang, padahal Skypark MBS yang ada di lantai 57 (kalau gak salah) saja sudah cukup kencang. Mungkin ini pengaruh dari wind damper yang digunakan di gedung ini. Saya akui Taipei 101 memang luar biasa, bangunan ini tetap berdiri kokoh walau Taiwan sering kali dilanda Taifun. Sistem wind damper yang digunakan memang luar biasa, sampai bisa menahan bangunan setinggi itu. Buat para fakir wifi, di lokasi observatorium ini ada fasilitas free wifi, tapi sinyalnya cuma tinggi di lokasi observatorium ya, di mallnya udah mati nyala. Sejauh mata memandang store-store di Taipei 101 adalah branded store - layaknya MBS.

Tampak depan Resto A380 Sky Kitchen
Setelah dari Taipei 101 saya bergegas ke Shinkong Mitsukoshi untuk makan siang - yang bisa dikatakan udah terlewat sore - di resto bertema pesawat, Airbus 380. Lokasi Shinkong Mitsukoshi tidak terlalu jauh dari MRT stasion dan Taipei 101 (tapi bagi orang Indo, cukup membuat gempor, hihiiiii....).
Resto A380 - Sky Kitchen ini memang di desain layaknya dalam pesawat lengkap dengan cabin, inflight tv dan peralatan makanan ala pesawat, lucu banget deh (plus wallpaper penghuni bikini bottom). Harga makanannya juga tidak terlalu mahal NTD 60 - 300. Saya memesan red wine - chicken rice set dengan harga NTD 286 (sekitar IDR 95.810), menurut saya harga ini sesuai dengan kelengkapan menunya yang full set dengan buah, cake, salad, main course dan pilihan minuman black tea atau apple juice. Kalau dilihat dari menunya makanan di resto ini mayoritas halal, kalaupun tidak halal itu disebabkan karena ada campuran red wine-nya seperti menu saya.


Sun Yat Sen Memorial Hall.

Patung Sun Yat Sen, National Father of Republic of China
Rute saya di hari pertama ini memang dikhususkan untuk mengunjungi landmark Taipei. Sama halnya dengan Chiang Kai Sek Memorial Hall, Sun Yat Sen Memorial Hall juga didirikan untuk mengenang Sun Yat Sen, Bapak Negara Taiwan. Bangunan SYS memorial hall ini juga unik, beratap kuning dan berbentuk tidak biasa. Di dalamnya terdapat patung besar Dr Sun Yat Sen. Atraksi utama di tempat ini adalah upacara pergantian pengawal. Menurut saya sih agak terlalu berlebihan upacara pergantian pengawal ini - tapi tetap nice to see lah.

Long Shan Temple.

Gerbang Long Shan Temple
Saat saya keluar MRT Longshan temple, langit di Taipei hari itu sudah gelap, padahal baru pukul 5.30. Kalau dilihat dari selisih waktunya yang 1 jam dari WIB, ya normal sih benernya, cuma saya saja yang belum terbiasa dan sedikit salah perhitungan waktu. Untuk mencapai Longshan temple dari MRT station, kita harus menyeberangi taman luas yang sore itu sangat ramai dengan orang dan ada beberapa pengamen yang menyanyikan lagu Mandarin - super duper jadul. Longshan temple tepat ada di seberang taman itu. Walaupun hari sudah gelap, Longshan temple tetap ramai dikunjungi oleh orang-orang yang bersembahyang. Menurut saya kelenteng ini memang indah, tapi masih kalah dengan kelenteng di Tuban ^^ (bener banget quote mbak CK, kalau semakin sering kita ke LN, kita akan semakin menghargai kekayaan negara kita sendiri, salah satunya ini).


Ximending.



Sebenarnya Ximending baru akan saya kunjungi di hari ketiga, sepulang dari Yehliu. Jadwal hari ini seharusnya adalah Shilin Night Market. Tapi entah mengapa saya dan teman saya agak malas ke Shilin malam ini. Jadi, akhirnya kita memutuskan ke Ximending yang memang jaraknya hanya 1 stasiun dari Long shan temple. Ximending ini kalau di Korea namanya Rodeo street, di KL ibarat Bukit Bintang (maaf hanya bisa membandingkan dengan 2 itu, karena yang lain saya belum pernah pergi) sepanjang jalan dipenuhi dengan toko, cafe yang menjual berbagai macam barang. Yang sangat disayangkan dari lokasi ini adalah dengan lokasinya yang cukup luas, tidak ada peta lokasi yang dapat memudahkan wisatawan yang buta aksara mandarin seperti saya ini untuk menemukan suatu tempat, seperti halnya di Myeongdong dan Orchard. Dalam kunjungan saya ke Taiwan kali ini, saya mengunjungi Ximending 2 kali. 
Jajanan di Ximending - Sosis raksasa
Favorit saya di Ximending adalah Daiso (lagi-lagi Daiso...^^), jajanan pinggir jalannya (stinky tofu, sosis - non halal), toko sepatu made in China dengan harga NTD 200 - 500 dan nongkrong di Starbucks (Starbucks-nya 3 lantai dan cozy banget - walau selalu mengantri). Menurut saya barang-barang yang dijual di Ximending tidak jauh berbeda dengan Wufenpu. Saya pribadi lebih memilih untuk belanja di Ximending ketimbang di Wufenpu, karena suasananya beda banget dan harga gak jauh berbeda menurut saya. Toh sama-sama mayoritas barang buatan Cina, harga baju juga banyak yang dipatok NTD 100. Bagi yang mau membeli kaos bertuliskan Taiwan juga ada di Ximending - jangan tanya saya lokasi pastinya dimana, karena asli nemunya gak sengaja, dan kalau diminta penjelasan lokasi pastinya sangat susah untuk diingat, karena jalanan yang sebagian besar terlihat sama dan tidak ada peta jalan serta tidak ada nama toko. Yang pasti tokonya terletak dekat dengan store Crocs dan bersebelahan dengan toko yang jual jas dan gaun. Taiwan beda dengan negara-negara lain, dimana kita mudah sekali menemukan toko yang menjual barang-barang berbau oleh-oleh, di sini susah banget nyarinya. Toko yang jual gantungan kunci, hiasan magnet bertuliskan Taiwan hampir tidak ada, kalaupun ada itu adanya di tempat-tempat wisata seperti Taipei 101, museum, Yehliu, yang sudah pasti harganya mahal. Saya hanya menemukan gantungan kunci dan magnet bertuliskan Taiwan di salah satu toko duty free di airport, di Taipei tidak saya temukan sama sekali. 


Perjalanan saya di hari kedua ini berakhir di Ximending. Berikutnya saya langsung kembali ke hostel untuk beristirahat dan recharge tenaga lagi untuk keesokan hari dengan rute luar kota Taipei. Malam itu, kami sekamar dengan orang Hongkong dan sepertinya yang satunya dari China Mainland. Sejauh mata memandang mayoritas pengunjung Taiwan adalah turis dari RRC, Hongkong, Chinese - Singapore dan Chinese - Malaysia. Ada beberapa kelompok tur dari Jepang dan Korea, tapi jumlahnya sedikit sekali. Penghuni hostel saja 98% adalah orang Chinese yang berbahasa mandarin dengan lancar. Hari itu hanya kami saja yang berbahasa Inggris, baru di hari terakhir kami di Taipei kami bertemu dengan penghuni hostel lain yang bule. Itupun beliau adalah seorang relawan yang memang sudah lama menetap di Taipei. Menurutnya sangat jarang menemukan orang Taiwan yang mampu berbahasa Inggris dan menurutnya bahasa Inggris kami cukup lancar (yupppiee... padahal hancur begini dapat pujian dari bule ...eaaa kegeeran langsung dah). Kami sempat berbincang sebelum kami check out dari hostel.





Ini dia tempat yang dibelain dituju sampai 'lost in information' - is it worth to see?!!
























2 comments: