Monday, December 3, 2012

The Heart of Asia - Day 4 - Silent city


Tidak kalah dengan hari kedua dan ketiga, hari keempat saya di Taiwan juga dipenuhi dengan berbagai kisah petualangan dan pengalaman baru. Hari keempat ini saya mengunjungi Kaohsiung, kota pelabuhan terbesar di Taiwan, yang letaknya di sebelah selatan sendiri kalau dilihat di peta. Pengalaman baru lain yang saya dapatkan dari perjalanan di hari keempat ini adalah menaiki THSR, bullet train Taiwan.


THSR

THSR adalah kependekan dari Taiwan High Speed Rail. Sesuai namanya, THSR adalah kereta cepat / bullet train versi Taiwan seperti halnya Shinkansen versi Jepang. Kalau dibanding degan Shinkansen harga tiket THSR ini jauh lebih terjangkau. Karena alasan inilah saya memutuskan untuk ke Kaohsiung dengan THSR. Rute Taipei - Zuoying (nama THSR station di Kaohsiung) adalah rute terjauh yang dari THSR, dan untuk rute ini harga sekali jalannya adalah NTD 1490 (sekitar IDR 558.750). Harga THSR ini bisa lebih murah lagi kalau pemesanannya online 1 bulan sebelum keberangkatan, discount yang diberikan mulai dari 10% sampai 30% tergantung ketersediaan kursi yang ada. Saya kemarin hanya berhasil dapat discount 10%, padahal sudah memesan 20 hari sebelum keberangkatan, itupun dapatnya hanya untuk rute kembalinya saja.
Tiket THSR


Stasiun THSR di Taipei juga terletak di Taipei Main Station, kalau mau mencari stasiun ini carilah petunjuk yang tulisannya HSR station. Stasiun THSR ini sangat bagus, teratur seperti halnya bandara. Ada loket penjualan tiketnya sendiri dengan antrian yang rapi layaknya di bank. Ada ticket vending machine juga. Karena saya membeli online, sehari sebelumnya saya harus menukarkan terlebih dahulu bukti booking saya dengan tiket THSR yang berbentuk kartu, mirip seperti kartu single journey LRT di KL, tapi terbuat dari kertas bukan magnetic. Kartu ini nantinya penggunaannya sama dengan cara menggunakan kartu single journey LRT/MRT, yaitu digunakan untuk memasuki area ruang tunggu stasiun. 
Pintu masuk ruang tunggu THSR

Saya menaiki kereta jam 07.30 pagi, dan saat itu saya berangkat dari hostel jam 06.00 pagi, sengaja lebih awal untuk mencegah, kalau-kalau saya nyasar lagi. Ternyata THSR station ini lebih mudah ditemukan ketimbang bus station. Akibatnya saya tiba di depan pintu masuk ruang tunggu kereta yang akan saya naiki kepagian. Kita baru bisa memasuki ruang tunggu paling cepat 1 jam sebelum jadwal keberangkatan, sebelum itu bagaimanapun cara kita memasukkan kartu ketika memasuki ruang tunggu pasti palang penghalangnya tidak mungkin terbuka. Sama halnya dengan pesawat, untuk mengetahui tempat boarding kita di gate berapa, kita harus mengecek di board pengumuman dengan mencocokkan nomor kereta dan rute kita.Informasi nomor kereta ada di tiket, begitu pula untuk nomor gerbong dan nomor kursi. Oh ya, buat para fakir wifi, ada fasilitas free wifi di stasiun THSR ini, cara menggunakannya gampang sekali, cukup searching wifinya, begitu dapat, registrasi dan catat user id dan passwordnya. 

Ruang tunggu THSR ini beneran bagus banget dan nyaman. Kapan ya Indonesia punya ruang tunggu stasiun kereta seperti ini, Ruang tunggu indoor, bukan outdoor. Ruang tunggu THSR ini indoor dan sudah dikelompokkan tempatnya berdasarkan nomor platform kereta. Platform kereta ada di lantai dasar yang bisa di akses dengan eskalator. Enak banget kan, buat yang bawa koper segede gaban gak perlu khawatir susah angkatnya. THSR ini berangkatnya ontime sekali. Tepat kurang 15 menit dari jam keberangkataan, para penumpang sudah diperbolehkan untuk menaiki kereta. 

 THSR - Taiwan High Speed Rail 
Keterkaguman saya terhadap THSR tidak berakhir disini. Sampai di kereta saya lebih dibuat terkagum-kagum lagi. Gerbongnya bersih sekali dan sudah terdesain seperti halnya pesawat terbang. Tempat duduknya 2 - 3 dan dilengkapi dengan meja lipat, tempat botol minum, gantungan coat, dan juga ada tempat khusus untuk koper besar di bagian depan - tengah - belakang gerbong (tiap gerbong berbeda, bisa di cek di gambar peta gerbong yang ada di belakang tiap kursi). Gerbong kereta ini juga dilengakapi dengan vending machine untuk soft drink. Sebagai 'pengunjung setia toilet - kata teman seperjalanan saya, saya sering banget pergi ke toilet dan komentar soal tiap toilet yang saya kunjungin' saya juga menyempatkan untuk mengunjungi toilet di THSR ini. Toiletnya juga ala toilet pesawat terbang,dilengkapi dengan kertas pelapis closet seperti halnya di toilet-toilet umum lainnya di Taiwan. Ini satu hal yang paling saya suka di Taiwan, hampir semua toilet umumnya dilengkapi dengan kertas pelapis closet, yang kalau di Indonesia saya harus bawa sendiri. satu-satunya toilet yang menyediakan fasilitas kertas ini yang pernah saya temukan adalah di toilet bioskop The Premiere. Oh ya ada lagi, semua kertas pelapis closet dan tissue toilet di Taiwan dapat langsung hancur begitu di flush, jadi kita memang diperkenankan untuk memasukkan tissue dan kertasnya ke lubang closet dan di flush.

Nih menu sarapan saya - dorayaki +
Bubble tea
Waktu tempuh Taipei - Zuoying dengan THSR adalah 1,5 jam. Kereta yang saya naiki ini adalah kereta yang hanya akan berhenti di dua stasiun saja, sehingga sampainya lebih cepat dibanding kereta lainnya. Kalau menggunakan kereta biasa, kalau saya tidak salah, wakut tempuh Taipei - Zuoying bisa mencapai 4- 5 jam lebih. Buat yang tidak bawa bekal, THSR juga menjual makanan dengan harga yang cukup terjangkau dan tidak jauh berbeda dengan harga makanan di luar. Saya tidak mencoba makanan di kereta, karena bolak balik naik THSR saya selalu membawa bekal, yang tak lain tak bukan bekal saya adalah roti doraemon. Hehehe... favorit saya selama di Taiwan adalah roti bergambar doraemon, yang memang underlicense dari Jepang sono. Ada dorayaki, roti isi strawberry, coklat - berbentuk lonceng lehernya doraemon, dan ada yang kosongan dengan bentuk doraemon kecil. Roti ini dapat ditemukan hampir di semua convenience store, seperti 7-eleven, family mart. Harganya berkisar NTD 15 - 25.


Silent city - Kaohsiung

Hehehe.. ada alasan kenapa saya menyebut Kaohsiung sebagai silent city. Selama perjalanan saya 1 hari di Kaohsiung saya merasa kota ini sepi sekali. Memang hari itu sepanjang hari turun hujan, tapi cuma gerimis. Sampai di Zuoying, memang masih terasa ramai, mungkin karena itu stasiun kereta dan saya ke sana tepat di hari Sabtu jadi sudah pasti ramai orang. Tapi begitu saya keluar dari sana, saya pindah ke stasiun MRT lain, terasa sepi sekali. Begitu pula ketika menaiki bus, hanya ada 4 orang penumpang dalam bus, sepanjang jalan juga jarang terlihat orang berlalu lalalng. Beda sekali suasananya dengan di Taipei.
sepi bener kan..?! padahal ini MRT Station lho...

Formosa Boulevard

Formosa Boulevard

Di Kaohsiung saya menginap di Bravo Relax Hostel, yang letaknya sangat strategis yaitu dekat dengan MRT station Formosa Boulevard, yang merupakan transfer station ke berbagai jalur MRT di Kaohsiung. Formosa Boulevard ini adalah MRT station tercantik dan tersepi yang pernah saya lihat. Sepanjang jalan menyusuri koridornya, jarang sekali bertemu dengan orang lalu lalang bahkan di siang hari sekali pun, mungkin karena hari sedang hujan. Satu-satunya jam ramai ketika saya melewati station ini adalah jam 10 malam, sepertinya semakin malam station ini semakin ramai. 

Saya bilang ini adalah stasiun tercantik karena di dalamnya ada hiasan lukisan 3D yang luar biasa indah berbentuk lingkaran di langit-langit stasiun (ini yang disebut Formosa Boulevard) dan juga ada lukisan 3D di dinding dan lantai xang merupakan tempat wajib foto. Kalau foto disana, kita serasa masuk dalam foto tersebut. Kalau mau mendapatkan angle foto yang bagus, ambilah foto dari tanda yang ada. Di setiap sudut formosa boulevard dan gambar 3D, ada tanda petunjuk tempat untuk pengambilan foto. Berdirilah di sana, dan ambillah foto dari sana, dijamin hasilnya pasti mantab abis. Nah malam hari di tempat ini saya bilang ramai karena banyak sekali para fotografer yang foto-foto di sana, bahkan ada juga yang lagi syuting video klip di sana. Jadi, kalau mau foto di sini, lebih baik pagi hari, masih sepi enak gak perlu ngantri. 
Lokasi gambar 3D di lantai dekat dengan Formosa Boulevard (tidak ada di peta stasiun, saya saja hampir tidak ketemu), lokasinya ada di exit menuju Liuhe Night Market - maap saya lupa exit berapa itu, tapi cari aja di petunjuk arah. 

Bravo Relax Hostel

Bravo Relax Hostel lokasinya tidak jauh dari Formosa Boulevard. Hostel ini tidak memasang palang nama, jadi untuk menuju ke sana kita harus mengikuti petunjuk yang diberikan berupa gambar tempat-tempat yang akan kita temui. Agak tricky menurut saya, tapi kalau kita dipelajari dengan benar tidak terlalu sulit untuk menemukan. Kuncinya ada di Far East Bank.

penampakan kasurnya
Sama seperti di Taipei, staf dan sepertinya juga pemilik Bravo Relax Hostel ini juga fasih berbahasa Inggris. Di sini, saya juga memilih female dorm room, yang kali ini jumlah kasurnya lebih banyak dibanding Taipei Backpacker Hostel, yaitu 8 bed. Tapi ada kamar mandi dalamnya. Jadi lebih leluasa deh. Kalau dibanding dengan Taipei Backpacker, secara interior dan kenyamanan kamar saya lebih senang yang di Taipei Backpacker. Bravo Relax Hostel ini kasur dan selimutnya sangat tipis. Yang enak ya cuma kamar mandi dalamnya saja dan loker berkunci yang ada di tiap kamar. Desainnya biasa saja, seperti rumah tingkat biasa yang dijadikan hostel, common room pun letaknya gabung dengan common computer dan dapur juga kecil. Tapi dari segi kebersihan, hostel ini sangat bersih dan nyaman, tetap nyaman untuk ditinggali. Akses ke tiap kamar masih menggunakan kunci manual begitu pula untuk loker. Berbeda dengan Taipei Backpackers yang sudah menggunakan password pass di tiap kamar dan pintu utama. 

Karena saya cuma menjadwalkan satu hari di Kaohsiung, untuk itu sesampai di hostel saya bergegas melanjutkan perjalanan ke lokasi pertama yang akan saya tuju hari ini, yaitu Lotus lake dan dragon & tiger pagoda, yang belakangan menjadi lokasi kedua karena alasan cuaca dan lagi-lagi kehilangan arah.

Fo Guang Shan Monastery 

The Great Budha Statue Hall - Fo Guang Shan Monastery

Awalnya Fo Guang Shan Monastery ini akan saya kunjungi setelah dari Lotus lake. Tapi, setelah sampai di MRT Echological District, sesuai yang tertulis di buku, saya kesulitan untuk mencari bus stop dan kebetulan saat itu turun hujan yang cukup deras. Teman seperjalanan saya payungnya ketinggalan di Taipei, jadinya kita  hanya bisa berdiri di exit MRT station sambil mencari bus stop. Sejauh mata memandang tidak kelihatan, sampai akhirnya saya nekad bertanya dengan orang lokal dengan bahasa mandarin tentunya, dan awalnya si Ibu mau membawa kita untuk pergi bareng dengan mobilnya, tapi belakangan dia mengalihkan supaya kami ke Fo Guang Shan dulu setelah bertanya tujuan kami di Taiwan untuk bekerja atau jalan-jalan. Saya sempat curiga sih dengan niat baik si Ibu, soalnya begitu dia tau kita cuma turis di Taiwan, dia langsung mencari cara biar kita gak jadi ikut mobilnya dia. Sebenarnya saya memang tidak niat untuk ikut mobil orang asing ini, tapi saya juga lagi cari cara untuk menolak secara halus. Dan ternyata pas banget dia tanya begitu dan dia sendiri yang mengurungkan niatnya, baguslah. Sepertinya awalnya dia anggap saya dan teman saya ini TKI sepertinya. Karena pertanyaan awal, kalian kerja dimana ? padahal dia tau kalau kita bukan orang lokal. 

Akhirnya kita kembali ke MRT Stasiun dan menuju Fo Guang Shan Monastery lewat Zuoying stasiun. Fo Guang Shan monastery ini letaknya lumayan jauh dari Kaohsiung, kurang lebih perjalanan kesana 1 jam Untuk menuju ke sana kita harus menaiki bus E-Da World yang berwarna ungu dari exit MRT Zuoying (untuk nomor exit berapanya, dapat ditanyakan ke petugas di MRT, sebutkan saja EDA World atau Fo Guang Shan - saya lupa exitnya exit berapa). Sampai di bus stop, carilah bus yang berwarna ungu, jangan car tulisan bus bertulisan EDA World, karena tidak ada sama sekali bus bertulisan itu. Tulisannya adanya di layar kecil yang ada di depan bus. Bus yang menuju ke Fo Guang Shan adalah bus EDA World no. 8501. Tiket bus harus kita beli di muka lewat mbak-mbak yang berdiri di dekat bus stop. Kalau saya lihat mbak-mbak ini tidak bisa berbahasa inggris, mungkin mengerti sedikit. Harga tiket sekali jalan adalah NTD 65.

EDA World adalah tempat bermain seperti halnya Dufan, dan juga ada mall dan hotelnya. Lokasi Fo Guang Shan Monastery letaknya sekitar 1 - 2 km dari EDA world dan juga merupakan rute terakhir dari bus ini, jadi jangan khawatir nyasar deh. Sama seperti bus kota di Taipei, bus EDA World ini juga ada petunjuk tulisan berjalannya dan annoucementnya. Hanya saja tidak selalu annoucement - nya itu dinyalakan ataupun kedengaran jelas. 

Saya mengunjungi Fo Guang Shan Monastery, karena saya penasaran dengan kehidupan di monastery. Memang di beberapa vihara di Indonesia kita juga bisa bertemu dengan para biksu di sana, tapi kalau saya lihat di profil Fo Guang Shan Monastery ini, lokasinya lebih luas, di atas bukit gitu, ada Great Budha Statue -nya bikin saya jadi penasaran. Tidak ada admission fee untuk Fo Guang Shan Monastery. Di pintu masuk kita bisa mengambil brosur yang dilengkapi dengan peta monastery, yang ternyata memang sangat luas. 

Salah satu diorama di lorong
Hujan hari itu semakin deras saja, membuat saya sedikit susah untuk bergerak, karena harus shate payung dengan teman saya. Karena itu juga kita tidak mengitari seluruh areal monastery. Areal yang kita masuki hanya sebuah gua buatan yang didalamnya ada diorama yang berisi patung - patung Budha kira-kira menceritakan tentang kisah perjalanan Sidharta Gautama (kalau saya simpulkan sih begitu) yang dilengkapi dengan sensor, setiap melewati bagian tertentu akan ada bunyi-bunyian pembacaan Sutra. Serasa masuk istana boneka di Dufan. Lorong ini ternyata panjang banget lho dan karena pengunjungnya cuma saya dan teman saya, jadi terasa menyeramkan. Orang-orang tidak mau masuk ke sana sepertinya karena ketika masuk di sana kita akan di sodorkan sebuah kotak sumbangan sukarela. Bagi saya yang begini lebih baik dan tidak salah juga, toh mereka juga pasti membutuhkan dana untuk perawatan tempat itu, dan kenapa saya bilang lebih baik, karena paling tidak mereka masih menyediakan kotak, jadi berapapun yang kita berikan itu benar-benar terserah kita, tidak seperti kejadian yang saya alami di Bali beberapa waktu yang lalu. 
Pemandangan dari The Great Budha Statue Hall

Tempat kedua yang saya kunjungi dan juga menjadi tempat terakhir yang saya kunjungi di Fo Guang Shan Monastery adalah Great Budha Statue hall, yang letaknya di atas. Untuk menuju ke sana harus menelusuri jalan setapak yang jalannya menaik. Patung ini memang bagus sekali dan pemandangan sekitarnya juga bagus banget, gak sia-sialah memanjat naik ke atas menerobos hujan. Setelah puas berfoto, saya langsung turun ke bawah dan menunggu bus berikutnya untuk kembali ke Zuoying. 
Saya berhasil foto dengan salah seorang Biksuni di Fo Guang Shan Monastery,
awalnya beliau adalah biksuni yang kebetulan lewat dan dia menawarkan bantuan untuk memotokan kami,
ujung-ujungnya malah saya yg ajak beliau foto bareng, untungnya beliau mau. ^^.

Dragon & Tiger Pagoda - Lotus Lake

Dragon & Tiger Pagoda
Rute berikutnya adalah Dragon & Tiger Pagoda yang letaknya ada di kawasan Lotus Lake. Kali ini, saya akan mencoba mengunjungi tempat ini lewat MRT Zuoying, sesuai petunjuk yang diberikan oleh staf hostel, tidak mengikuti yang ada di buku. Supaya tidak salah exit, saya juga bertanya ke petugas di information center stasiun sambil menunjukan gambar dragon & tiger pagoda yang ada di cover buku. Tentu saja bertanyanya dengan bahasa inggris kali ini, karena saya tidak tau bahasa mandarinnya lokasi tersebut..ehheheh... Petugas pun membekali saya dengan selembar kertas bertuliskan nomor bus yang menuju ke lokasi lotus lake. 

Keluar dari MRT station lagi dan lagi kita sama sekali tidak melihat adanya halte disana. Saya pun bertanya ke polisi yang ada di sekitar sana, dengan bahasa Inggris ala kadar, dia memberi tau kita letak halte - yang dia sebut bus station yang letaknya ternyata ada di seberang jalan sana. Jujur waktu itu sudah jam 2 siang, dan jalan raya di sekitar sana sangat sepi. Jarang sekali mobil lalu lalang dan benar saja ketika naik bus, cuma ada 4 orang di dalam bus. Saya sampai merasa was-was sendiri di dalam bus, karena ternyata lokasinya jauh banget, melewati banyak pemberhentian, serasa jalan tak ada ujung. Sebelumnya, ketika naik bus, saya kembali menunjukkan ke driver gambar di cover buku, dan kali ini menggunakan bahasa mandarin sebagai pengantar daripada si Bapak gak ngerti nanti malah kita nyasar. 

Oh ya, selama di Kaohsiung saya selalu menggunakan single journey ticket untuk MRT dan bus selalu membayar langsung di atas bus dengan memasukkan uang logam ke dalam kotak yang tersedia, di sini harap bayar uang pas, karena kalau lebih tidak akan ada kembalian, dan saya sempat kesusahan untuk tau berapa yang harus saya bayar, soalnya si Bapak saya tanya berapa dia bilang NTD 12, tapi begitu teman saya masukin duit malah dibilang udah cukup kamu gak usah masukin duit lagi. Padahal usut punya usut, benar lho untuk rute ke Lotus lake bayarnya NTD 12. 

Kurang lebih perjalanan dengan bus dari Zuoying MRT station ke Lotus lake memakan waktu 15 menit, terasa lebih lama karena jalanan sepi dan kita buta arah. Untung saja perjuangan kita itu semua terbayarkan dengan melihat lokasi Lotus lake yang memang worth to see. Kalau saya ditanya ke Kaohsiung enaknya kemana, saya akan jawab Lotus lake. Di Lotus lake berdiri 3 bangunan yang berdiri di atas danau dan 1 kelenteng Kong Hu Cu yang menghadap ke danau. Yang paling terkenal adalah Dragon & Tiger Pagoda, Spring dan autumn paviliun.
Paviliun Dewa Kwan Kong

Dragon & Tiger Pagoda adalah bangunan dengan dua pagoda yang pintu masuknya berupa naga dan harimau, menurut tradisi setempat masuk melalui pintu naga dan keluar melalui pintu harimau untuk mendapatkan keberuntungan. Buat yang suka foto, tempat ini adalah tempat wajib foto. Warnanya yang cerah cocok banget untuk jadi background foto, view dari atas pagodanya juga bagus banget, bahkan di saat mendung sekalipun.

Paviliun - Dewi Kwan Im mengendarai naga
Bangunan lainnya adalah Spring and Autumn Paviliun, dua paviliun yang masing - masing lokasinya saling berjejer, kalau di urutkan dari kiri ke kanan: paviliun dengan patung dewa perang - Kwan Kong, paviliun dengan patung Dewi Kwan Im besar yang ceritanya sedang menunggangi naga, berikutnya dragon & tiger pagoda. Ketiganya dapat dimasuki gratis dan punya view dengan ciri khas tersendiri.


Love River

Setelah dari Dragon & Tiger Pagoda saya menuju ke love river, dengan tujuan awal adalah untuk menaiki love river cruise. Sebelum kesana kita makan dulu di McD yang ada di Shinkong Mitsukoshi mall di sebelah stasiun MRT Zuoying. Saya selama di Taiwan memang rata-rata makan besar hanya sehari sekali, bukan karena padatnya perjalanan, tapi karena kendala untuk mencari tempat makan yang meyakinkan.  

Kalau ditanya apa yang paling mengecewakan selama perjalanan saya di Taiwan, jawaban saya adalah Love River. Perjalanan ke sini sama sekali tidak membuahkan hasil, selain karena faktor cuaca juga karena faktor dari lokasinya sendiri. Saya sempat salah exit ketika keluar MRT Station, seharusnya saya keluar di love pier tapi teman saya melihat peta saat itu salah mengira kalau kita menuju ke love river museum. Jadi deh, kita harus berjalan kaki cukup jauh untuk mencapai love pier, yang parahnya kita melewati jalan raya yang benar-benar sepi tidak ada satu orang pun yang lewat. Ditambah dengan kondisi hujan yang semakin deras dan kita hanya punya 1 payung, sukses jaya deh basah kuyupnya. Belum lagi ditambah kondisi teman saya yang saltum sepatunya tidak tahan air. 

Setelah melewati jalan sepi yang panjanganya lebih dari 1 km, akhirnya kita tiba di love pier yang tampak luarnya sepi banget, Bersamaan dengan kita, ada sekelompok turis dari Hongkong yang juga menuju ke love pier. Daripada nanti saya ribet ngomongnya dengan petugas di sana , saya biarkan saja mereka jalan duluan dan saya mengikuti di belakang. Sampai di depan loket, saya sudah curiga dengan kondisi yang gelap, dan sepi sepertinya sudah tidak ada cruise yang tersedia. Benar saja, kelompok depan saya tersebut bertanya dan memang sudah tidak ada kapal yang berangkat dari sini, katanya coba ke sebelah. Waduh, kalau diliat-liat arahnya yang dimaksud sebelah itu lokasi awal exit MRT saya tadi. Gak banget dah kembali menelusuri jalan sepi itu, plus tidak ada jaminan kalau masih ada cruise-nya, soalnya kalau saya lihat sungainya tenang banget, sepi dan gelap, gak ada tanda-tanda kapal lewat. Gak lucu kalau nanti di kapal saya cuma berdua sama teman saya. 

Ternyata kelompok turis Hongkong tadi juga tidak jadi menaiki cruise. Saya pun memutuskan langsung menuju rute berikutnya Dream Mall, dan mencari jalur terdekat menuju stasiun MRT. Kali ini kita mencoba untuk melewati jalur yang terang dan ramai, melewati pertokoan-pertokoan, sambil teman saya mencari toko yang menjual sandal jepit. Sepatunya sudah benar-benar kondisinya parah, karena pada dasarnya memang sepatu cantik bukan convenience shoes ataupun sepatu tahan air. Kita sudah berjalan jauh, tapi tidak ada satupun tujuan yang tercapai, MRT Station gak ketemu tanda-tandanya, sandal juga ternyata gak dijual di watson maupun convenience store. Saya juga tidak mau repot-repot bertanya ke penjaga toko atau orang-orang lewat karena saya tidak tau bahasa mandarinnya MRT itu apa, kalau pakai bahasa inggris belum tentu yang di ajak mengerti. Saya baru bertanya setelah melewati hotel, itupun saya tanyanya ke petugas vallet hotel yang untungnya fasih berbahasa Inggris - gak salah pilih narasumber nih ^^. Ternyata lokasi MRT Stationnya cukup menelusuri jalan itu, tetapi masih jauh. Jadi deh, perjuangan saya semakin bertambah saja, MRT station baru ditemukan setelah kurang lebih 45 menit berjalan kaki, jadi kalau saya total saya sudah membuang waktu selama 2 jam untuk mengunjungi love river yang tidak ada hasilnya sama sekali. 

Dream Mall, The Biggest mall in Taiwan

Dream Mall dapat dituju dengan menaiki shuttle bus (gratis) dari MRT Kaisyuan. Menurut saya petunjuk untuk menuju Dream Mall ini adalah yang paling jelas dibanding petunjuk lokasi wisata manapun di Kaohsiung. Saya tidak perlu bertanya sama sekali untuk mencapai mall ini. Walau ada 1 petunjuk yang cukup tricky ketika kita keluar dari MRT dan menaiki eskalator, petunjuknya hanya ditulis di selembar kertas HVS yang di tempel di depan eskalator, yang untungnya saat itu ter-capture mata saya.

Dream Mall memang luas sekali, saran saya kalau ke sana, segeralah menuju meja informasi dan ambil petanya. Apalagi buat yang waktunya mepet kayak saya, kalau saya sih sudah print sendiri dari website-nya dream mall. Mall ini selain terdiri dari pusat perbelanjaan, cinema, food court sesuai dengan berbagai tema dan konsep di tiap lantai, juga dilengkapi dengan taman bermain yang terletak di lantai atas berupa bianglala (eyes of Kaohsiung) yang bergambar Sanrio & Friends, termasuk Hello Kitty, Snow land, dan ada taman bermain anak-anaknya. Saya sendiri tidak naik ke sana, bukan karena waktu yang mepet tapi malas membaca peta untuk bagaimana untuk menuju rooftop mall itu. Saya sudah mencoba menaiki lift, tapi ternyata tidak semua lift dapat menuju ke lantai rooftop. Berhubung saya memang tidak niat untuk menaiki bianglala itu, pengennya cuma buat foto doang, yang sepertinya tidak memungkinkan dalam kondisi hujan deras. 

Hanya 1 toko yang saya tuju di Dream Mall, apalagi kalau bukan Daiso Departement Store, yang kalau boleh saya bilang Daiso di Dream Mall ini adalah Daiso paling besar yang pernah saya kunjungi - mengalahkan Daiso yang ada di Hyehwa - Seoul. Lengkap banget, buat penggemar Daiso wajib dikunjungi deh. 


Dream Mall adalah tempat terakhir yang saya kunjungi di Kaohsiung. Saya tidak ke Liuhe Night Market karena saya rasa penampakannya bakal tidak jauh berbeda dengan Shilin Night Market, saya juga malas berhujan-hujanan ria di sana, dan saya juga malas menambah kekecewaan lagi kalau-kalau night market itu tidak semenarik yang digambarkan di google.

Sekembalinya saya ke hostel, di Formosa Boulevard tak lupa saya mencari lantai bergambar 3D di Formosa Boulevard. Saya penasaran kenapa dari tadi pagi melewati sana tetapi tidak menemukan sama sekali lantai bergambar. Setelah bolak balik cek peta stasiun dan ternyata sia-sia karena di peta cuma ada Formosa Boulevard saja, akhirnya saya dan teman saya coba menganalisis rutenya Mbak CK di bukunya, dan teman saya pun mencoba untuk ke arah exit yang menuju Liuhe Night Market dan akhrinya ketemu. Letaknya sebenarnya sangat dekat dengan Formosa Boulevard. Tapi tidak kelihatan saat kita lewat, karena memang ktia tidak pernah  melewati jalur situ. Lukisan 3Dnya memang ok punya dan mengagumkan. Saya salut benar dah sama yang melukis.





Next - Last day, Let's hunting the Panda ...




No comments:

Post a Comment